Siswa sedang membaca buku di kelas. Foto: BKHM
Siswa sedang membaca buku di kelas. Foto: BKHM

Kaleidoskop Pendidikan 2023: Peringkat PISA 2022 Naik, Tapi Skor Turun

Ilham Pratama Putra • 26 Desember 2023 13:19
Jakarta: Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merilis skor Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2022 beberapa pekan lalu. Dilihat secara peringkat, posisi Indonesia pada PISA 2022 lebih baik daripada PISA 2018.
 
Peringkat PISA Indonesia pada 2022 mengalami kenaikan lima sampai enam peringkat dari PISA 2018. Namun yang menjadi catatan penting, Indonesia mengalami penurunan skor di kemampuan membaca, matematika, dan sains 12-13 poin.
 
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM), Muhammad Nur Rizal, menilai pemerintah harus fokus pada penurunan skor tersebut. Sebab, suka tidak suka, hal ini tetap menjadi cerminan pendidikan Indonesia secara umum

Rizal menilai pemerintah tidak melakukan perubahan kualitas pendidikan yang siginifikan. Sebab, skor PISA Indonesia masih naik-turun di rentang poin yang sama dalam 20 tahun. Dengan kata lain tetap berada di posisi nyaris buncir dari seluruh negara peserta.
 
"Jangan-jangan, artinya tidak ada perubahan kualitas yang signifikan dari sistem pendidikan kita untuk meningkatkan kemampuan berpikir itu. Kan sudah 20 tahun itu ya. 20 tahun skor kita itu turun naik di sekitar itu saja," tutur Rizal kepada Medcom.id, Rabu 6 Desember 2023.
 
Di lain sisi, pemerintah mengatakan jika penurunan skor ini terjadi karena dampak dari pandemi covid-19. Di mana terdapat indikasi learning loss saat survei PISA dilakukan.
 
"Kalau saya enggak memaklumi. Learning loss itu sejauh sebelum pandemi. Jangan-jangan tanpa pandemi pun, turun naik skor kita di kisaran segitu," ujar Rizal.
 
Karena itu, Rizal berharap ada perbaikan kualitas pendidikan yang serius ke depan. Sesuai dengan deteksi PISA 2022.
 
"Selama 20 tahun itu kita mengalami learning loss.  Artinya kita mungkin secara fisik mengalami proses belajar di kelas, tetapi tidak benar-benar belajar dan tidak benar-benar memaknai belajar. Itu kan learning loss juga," sebutnya.
 
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, juga mengakui jika skor PISA Indonesia tampak stagnan dalam 20 tahun terakhir. Pria yang akrab disapa Nino itu menjelaskan persoalan yang membuat stagnansi skor PISA Indonesia selama 20 tahun.
 
"Kenapa sebelum pandemi, 20 tahun dari 2000 ke 2018 basically flat kita? Jawaban saya karena kualitas itu tidak pernah menjadi target. Memang pemerintah belum pernah menargetkan kualitas hasil belajar sebelum era Mas Menteri (Nadiem Makarim)," jelas Nino saat diskusi dengan media di Jakarta, Rabu, 6 Desember 2023.
 
Nino memaparkan, target peningkatan kualitas pembelajaran yang diusung Kemendikbudristek pada era Nadiem terdapat pada Rencana Strategis Kemendikbudristek. Meskipun, hal tersebut belum dimasukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).  
 
Dia menyebut, selama 20 tahun terakhir, pemerintah masih berfokus pada perluasan akses pendidikan, bukan kualitas pendidikan.
 
"Dan karena targetnya itu, akses kita meningkat terus. Akses untuk SMP dan SMA itu meningkat signifikan dalam 20 tahun terakhir. Saya enggak mengatakan itu salah. Mungkin memang 20 tahun terakhir fokus akses itu fokus yang tepat. Karena kita ingin agar sebanyak mungkin anak Indonesia itu ada di sekolah," jelas dia.
 
Nino memaparkan, pada Tahun 2000, hanya 50 persen remaja Indonesia ada di bangku SMA. Karena itu, perluasan akses menjadi penting, hingga akhirnya di Tahun 2022 sudah 74 persen remaja Indonesia berada di bangku SMA.
 
Alasan berikutnya, anggaran di Kemendikbudristek terbatas. Nino mengatakan anggaran untuk program kualitas pendidikan tidak sampai 5 persen.
 
"Kira-kira Rp5 triliun dari Rp80 trilun, 4 persen atau enggak sampai 4 persen. Jadi, ruang fiskal kita masih terbatas," jelas dia.
 
Kini, Indonesia telah menatap pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen. Dia berharap ada pertumbuhan anggaran pendidikan sebesar 5 persen setiap tahunnya.
 
Sehingga, anggaran akan difokuskan untuk peningkatan kualitas pendidikan. Sebab, bila terus menerus untuk perluasan akses, skor kualitas pendidikan akan terus staganan.
 
"Atau ya kalau ada pertumbuhan penambahan anggaran pendidikan dipakai untuk program kualitas, pelatihan guru, pengembangan kepala sekolah, dan lain-lain. Kita berharap karena RPJP-nya sudah memasukkan kualitas hasil belajar, moga-moga nanti penambahan anggaran pendidikan itu sebagian besar bisa dialokasikan ke kualitas juga. Bukan memperluas akses," tutur Nino.
 
Dia menyebut, stagnasi juga disebabkan kakunya kurikulum dalam 20 tahun terakhir. Kurikulum pendidikan Indonesia bersifat sangat rigid yang formatnya ditentukan oleh pemerintah pusat, materi ajar yang diatur tiap minggu, hingga materi buku yang harus dihabiskan.
 
Akhirnya, pemerintah membatasi otonomi guru. Nino mengatakan guru tampak sebagai birokrat yang melaksanakan apa saja yang diminta pemerintah.
 
Nino menuturkan paling ekstrem, sekolah mencetak modul Kurikulum 2013, kemudian mengganti nama sekolah, mengganti semester, tahun, dan guru langsung mengajar. Hal ini berimplikasi dari kebijakan yang menempatkan guru sebagai birokrat.
 
"Implikasinya adalah guru tidak punya keberanian, tidak punya kemauan, dan tidak punya keperluan untuk belajar, tidak belajar mengajar dengan benar, dengan lebih baik. Karena memang mereka ditempatkan sebagai birokrat, bukan pendidik profesional," tutur Nino.
 
Diketahui, skor PISA Indonesia pada 2018 untuk kemampuan membaca sebesar 371. Sedangkan, di 2022 menurun menjadi 359.
 
Selanjutnya skor matematika di 2018 sebesar 379 turun menjadi 366 di 2022. Dan skor kemampuan sains turun dari 379 pada 2018 menjadi 366 di tahun 2022.
 
Sementara itu, ranking PISA Indonesia untuk membaca pada 2018 ada di posisi ke-74 dan menjadi ranking 71 di 2022. Untuk ranking matematika naik dari 73 pada 2018 menjadi ranking ke-70 di 2022.
 
Pada ranking literasi sains, Indonesia menempati ranking 71 pada 2018 dan menempati ranking ke-67 pada tahun 2022. PISA 2018 diiktui 79 negara, sedangkan PISA 2022 diikuti 81 negara yang terdiri dari 37 negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dan 44 negara mitra.
 
Sampel PISA dipilih acak oleh OECD agar mewakili populasi siswa usia 15 tahun di tiap negara. Di Indonesia, sampel berasal dari seluruh wilayah, termasuk daerah-daerah tertinggal.
 
Baca juga: Kurikulum Merdeka di 2023: Masa Transisi, Pascapandemi hingga Bakal Diterapkan Nasional


 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan