Doni mengatakan tak ada masukan kritis itu disebabkan kurangnya akademisi yang terlibat. Bahkan, akademisi yang terlibat hanya yang sepaham dengan pemerintah.
"Kajian akademik naskah Kurikulum Merdeka itu dilakukan mungkin masih sangat terbatas sekali. Dan itu dilakukan oleh akademisi-akademisi yang menjadi bagian atau sepemahaman dengan kebijakan pemerintah," ujar Doni melalui siaran YouTube Pendidikan Karakter dikutip Selasa, 12 Maret 2024.
Artinya, akademisi yang diundang sudah setuju dengan naskah akademik yang ada. Sehingga, dalam kajian akademik tinggal memperdalam saja.
"Sementara tidak ada acara-acara kegiatan FGD, pendalaman, diskusi kritis yang dibuka secara publik di perguruan tinggi-perguruan tinggi di Indonesia untuk membahas seberapa kuat, seberapa kokoh naskah akademik dan konsep yang sedang dan akan ditawarkan oleh pemerintah dalam rangka transformasi kurikulum," jelas dia.
Dia juga menilai kajian akademik Kurikulum Merdeka sulit didapat. Hal itu tak mencerminkan iklim demokrasi dan transparansi.
"Di dalam sebuah rezim yang demokratis, kajian-kajian naskah akademik terkait pengembangan kurikulum sebuah bangsa biasanya itu dapat dengan mudah diakses dan diperoleh oleh para akademisi untuk dibahas, didiskusikan, dan dipengaruhi, diperdebatkan dalam level intelektual akademik," papar Doni.
Baca juga: Kajian Akademik Kurikulum Merdeka Disebut Miskin |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News