"Dengan kondisi ini maka sekitar 49,5 persen anggaran yang sudah disiapkan, sekitar Rp3,6 triliun (total anggaran Rp7,2 triliun), berpotensi terbuang sia-sia," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo, dalam keterangannya, Jumat, 23 Oktober 2020.
Ia meragukan klaim Kemendikbud yang menyebut jumlah nomor ponsel penerima akan meningkat seiring dengan pemutakhiran data. Sebab, kata dia, hasil monitoring FSGI menunjukkan tak ada peningkatan signifikan dari jumlah nomor ponsel yang masuk.
"Per 26 September 2020 ada sekitar 26.626.565 nomor ponsel siswa yang sudah unduh SPTJM tetapi per 3 Oktober 2020, bukan naik malah berkurang menjadi 26.621.221 karena ada SPTJM yang ditolak," ujar Heru.
Baca: Unusa Berkomitmen Kembangkan Soft Skill Mahasiswa
Menurut Wakil Sekjen FSGI Fahriza Tanjung, perencanaan program bantuan kuota Internet ini tidak dilakukan dengan cermat. Kondisi ini diduga akibat tidak akuratnya data implementasi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di lapangan.
"Kami menduga bahwa ada potensi dalam tanda kutip buang-buang uang negara," ujar Fahriza.
Pembatasan pemakaian kuota umum dan belajar juga dinilai menjadi masalah. Sebab, aplikasi yang bisa diakses kuota belajar layanan populer yang digunakan selama PJJ.
"Aplikasi yang menjadi rujukan pada Kuota Belajar juga memiliki tingkat penggunaan yang rendah rata-rata dibawah 30 persen. Aplikasi diluar Kuota Belajar cenderung menunjukkan lebih banyak responden yang sering menggunakannya," kata Fahriza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News