“Begitupun bagi anak-anak yang orang tuanya meninggal saat tragedi ini butuh dukungan negara, karena mereka mendadak jadi yatim atau bahkan yatim piatu, tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini," ujar Retno dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Oktober 2022.
Dia juga mendorong Kapolri melakukan evaluasi tegas atas tragedi yang memakan korban jiwa baik suporter maupun kepolisian itu. Retno juga mendorong pemerintah menetapkan Hari Berkabung Nasional atas tragedi tewasnya ratusan supporter di Kanjuruhan.
"Termasuk korban usia anak dan mengheningkan cipta serentak selama 3 menit," tutur dia.
Sebanyak 131 orang meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur usai laga pertandingan sepakbola Arema vs Persebaya pada 1 Oktober 2022. Sebanyak 17 di antara korban meninggal masih usia anak dan tujuh anak lainnya masih menjalani perawatan di rumah sakit.
Tragedi ini terjadi akibat penggunaan gas air mata oleh aparat untuk membubarkan suporter yang masuk ke lapangan setelah pertandingan usai. Retno menyebut gas air mata sangat berbahaya, terlebih bagi anak.
Sebab, efek yang dirasakan dari gas air mata sangat fatal untuk anak, yaitu di kulit rasa terbakar, di mata rasa perih, keluar air mata; di saluran pernapasan hidung berair, batuk, rasa tercekik;
di saluran pencernaan rasa terbakar parah; di tenggorokan, keluar lendir dari tenggorokan, muntah.
Apabila serbuk tersebut masuk hingga ke paru-paru bisa menyebabkan napas pendek, sesak napas, rasa. Retno menyebut respons tersebut merupakan cara sistem pertahanan tubuh untuk mengeluarkan serbuk berbahaya tersebut dari tubuh.
“Itulah mengapa penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion,” ujar Retno.
Dia menyebut sejak awal panitia sudah mengkhawatirkan pertandingan dan meminta kepada LIB agar pertandingan dapat diselenggarakan sore hari untuk meminimalisir resiko. Tetapi, pihak liga menolak permintaan tersebut dan tetap menyelenggarakan pertandingan pada malam hari.
“Memang membawa anak-anak dalam kerumunan massa sangat berisiko, apalagi di malam hari, karena ada kerentanan bagi anak-anak saat berada dalam kerumunan, karena kita tak bisa memprediksi apa yang akan terjadi dalam kerumunan tersebut. Namun, masyarakat mungkin membutuhkan hiburan setelah pandemi sudah berlangsung dua tahun,” tutur Retno.
Baca juga: Update: Jumlah Korban Tewas Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan Bertambah Jadi 131 Jiwa |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News