“Jika tujuan untuk melakukan revisi ini didasarkan pada ketidaksepakatan mengenai frasa ‘tanpa persetujuan korban’, kami pikir ini sebuah hal yang keliru,” ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani dalam tayangan Metro Pagi Primetime di Metro TV, Sabtu, 13 November 2021.
Andy juga menyangkal bahwa frasa ‘tanpa persetujuan korban’ dalam Permendikbudristek memperbolehkan zina. Menurut Andy, frasa tersebut sebagai penentu suatu tindakan dikategorikan sebagai kekerasan seksual atau asusila seksual.
“Frasa ketidaksetujuan maka berarti Permendikbudnya memperbolehkan zinah, ini tidak benar sama sekali karena ruangnya menjadi berbeda,” jelas Andy.
Andy menjelaskan bahwa penghilangan frasa tersebut justru membuat korban yang selama ini posisinya dilemahkan akan semakin terpuruk. Permendikbudristek PPKS justru dikatakan memberi aturan yang jelas terkait kategori kasus kekerasan seksual dan mekanisme kampus terkait kasus kekerasan seksual.
Permendikbudristek PPKS mengatur bahwa kampus untuk menangani kasus kekerasan seksual secara seksual. Jika tidak ditangani sesuai mekanisme, terdapat sanksi yang akan menjeratnya. Kemudian, adanya Permendikbudristek ini membuat korban berani untuk speak up.
“Permendikbud memberi kejelasan mengenai peristiwa mana yang dapat dilaporkan, kepada siapa dia melaporkan, dan bagaimana kampus diminta untuk menyikapinya,” kata Andy. (Widya Finola Ifani Putri)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News