"Kami sudah berulang kali menanyakan status rumah tersebut ke Dinas Pendidikan, namun hingga kini tidak ada jawaban," kata Irawati, guru korban tsunami di Banda Aceh, Rabu, 24 Juni 2020.
Pernyataan tersebut dikemukakan Irawati bersama empat rekan lainnya dalam pertemuan dengan Komisi VI DPR Aceh di Banda Aceh. Pertemuan tersebut dipimpin Ketua Komisi VI DPR Aceh H Irawan Abdullah.
Irawati menyebut ketika masa rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pascatsunami dalam rentang waktu 2005-2009, pemerintah melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) membangun rumah guru korban tsunami. Lokasi pembangunan ada di Gampong Pango, Kota Banda Aceh dan Gampong Reuloh, Aceh, Besar, masing-masing 39 unit. Rumah tersebut diberikan kepada guru korban tsunami.
Menurut Irawati, rumah bantuan tersebut dibangun di tanah milik Pemerintah Provinsi Aceh. Seharusnya, penyerahan rumah disertai sertifikat kepemilikan.
"Namun hingga kini kami belum memiliki sertifikat atas rumah tersebut. Kami khawatir jika sewaktu-waktu ada permasalahan, kami tergusur. Walau sampai sekarang belum ada yang menggusur," kata Irawati.
Baca: Kemendikbud Pastikan Semua 'Ospek' Digelar Daring
Irawati menjelaskan, sebanyak 39 guru menempati rumah bantuan di Gampong Pango, dan 39 lainnya di Gampong Reuloh. Para guru meminta Komisi VI DPR Aceh membantu memberikan kepastian status kepemilikan rumah tersebut.
"Kami berharap Komisi VI bisa membantu kami menyelesaikan persoalan status rumah bantuan milik kami. Rumahnya milik kami, tetapi tanahnya masih milik Pemerintah Aceh," kata Irawati.
Ketua Komisi VI DPR Aceh H Irawan Abdullah mengatakan akan berupaya menyelesaikan persoalannya yang dialami puluhan guru korban tsunami tersebut.
"Kami akan mengecek informasi yang disampaikan para guru tersebut. Setelah informasi didapat, kami akan memanggil dinas terkait. Permasalahan status rumah guru korban tsunami yang sampai berlarut-larut dan harus dituntaskan sesegera mungkin," kata Irawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News