Pidie: Menempuh pendidikan di luar negeri jadi keinginan terpendam Amania Macasimbar Abdulsamad sejak duduk di bangku SMP. Ketika datang tawaran beasiswa pendidikan penuh selama empat tahun dari Yayasan Sukma Bangsa, remaja yang akrab disapa Amani ini girang bukan kepalang.
Tak pikir panjang, kelahiran Old Capitol, Tampilong, Kota Marawi, Filipina, 20 tahun silam ini bergegas mengirim berkas dan persyaratan agar bisa ikut seleksi. Pertengahan 2016, namanya kemudian masuk dalam daftar penerima beasiswa Yayasan Sukma.
Baru pada akhir Agustus 2016, Amani beserta 21 penerima beasiswa Yayasan Sukma asal Pulau Mindanao, Filipina lainnya menjejakkan kaki di Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Pidie.
Hal pertama yang jadi kekhawatiran Amani ternyata soal makanan. Mengingat dirinya belum pernah pernah mencicipi kuliner Aceh seumur hidupnya.
"Pertama kali (datang ke Aceh) kami enggak mau makan (masakan Aceh), karena enggak terlalu suka, kan lidahnya beda," ujar Amani saat saat berbincang dengan Medcom.id di Gampoeng Pineueng, Kecamatan Peukan Baro, Kabupaten Pidie, Aceh.
Alhasil, Amani dan sesama siswa asal Filipina memakan bekal yang dibawanya dari kampung halaman. Tapi ketika bekal sudah habis, mereka terpaksa mencicipi makanan Aceh lagi.
"Sekarang sudah tahu dan enak, karena sudah terbiasa (makan masakan Aceh)," ujar Amani
Tak hanya kuliner, kendala awal saat di Aceh juga terkait dengan komunikasi. Amani gegar budaya. Maklum saja, ini kali pertama Ia keluar dari Marawi. Bahasa Indonensia betul-betul asing di telinganya.
Namun untungnya, daya adaptasi Amani cukup cepat. Ia dan teman-temannya tak butuh waktu lama untuk beradaptasi. Sukma Bangsa menerapkan metode asrama campuran antara siswa asli Indonesia dan pendatang seperti siswa-siswa dari Filipina ini.
Metode ini ternyata cukup efektif, siswa menjadi lebih mudah beradaptasi, dan menyerap bahasa Indonesia dengan baik. "Adaptasi cuma sebulan saja, bulan kedua sudah bisa bahasa Indonesia, Karena kami awalnya benar-benar enggak tahu bahasa Indonesia, baru belajar di sini sama teman-teman asrama dan guru-guru. Dalam waktu dua bulan kami sudah mulai ngerti, meski masih enggak bisa jawabnya," ungkap Amani.
Meningkatnya kemampuan berbahasa Indonesia ternyata turut mendongkrak semangat belajar Amani di SSB. Bahkan kini bagi Amani, Sekolah Sukma Bangsa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjalanan hidup dan pencapaian cita-citanya.
Ketika ditanya tentang cita-cita, Amani menjawab mantap, dirinya ingin jadi guru atau pekerja sosial. Meski hingga kini Ia belum tahu, apakah akan melanjutkan kuliah di Indonesia atau kembali ke kampung halaman.
"Amani belum tahu apakah akan akan melanjutkan kuliah di sini, atau enggak. Tapi setelah dari Sukma Bangsa, Amani semakin mantap, mau jadi pekerja sosial atau guru," tegasnya.
Tak jauh berbeda dengan siswa asal Mindanao lainnya, Ibni Khalid. Menempa ilmu di SSB Pidie selama empat tahun membuat Ibni berharap bisa menjadi jembatan dalam meraih cita-citanya.
Hampir dua tahun di SSB Pidie, Ibni sudah kerasan. Model pendidikan yang diterapkan di SSB Pidie juga jadi alasan Ibni merasa nyaman belajar di Kota Serambi Mekkah ini.
"Sekolah di sini lebih baik karena ada peraturan 3 No, yakni no smoking, no bullying, dan no cheating. Kalau ada siswa yang enggak mematuhi peraturan, mereka akan (langsung) dikeluarkan," ungkap Ibni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id