Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof. Dr.rer.net,Abdul Haris . Foto: UI
Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Prof. Dr.rer.net,Abdul Haris . Foto: UI

Dekan FK Unair Dipecat, Dirjen Dikti 'Sentil' Rektor Soal Kebebasan Mimbar Akademik

Ilham Pratama Putra • 05 Juli 2024 11:06
Jakarta:  Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Diktiristek) Abdul Haris mengaku telah berkomunikasi dengan Rektor Universitas Airlangga (Unair), Mohammad Nasih terkait pemecatan Dekan Fakultas Kedokteran Unair, Budi Santoso. Dalam kesempatan itu, Haris menyampaikan telah mengingatkan Nasih akan kewajiban perguruan tinggi menjunjung kebebasan mimbar akademik di kampusnya.
 
Meski begitu, Kemendikbudristek, kata Haris, tetap menghormati otonomi Unair atas keputusan pemecatan Dekan FK Unair tersebut.  "Kemendikbudristek telah berkomunikasi dengan Rektor Unair untuk mengingatkan kewajiban menjunjung tinggi kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik sivitas akademika Unair," kata Haris kepada Medcom.id, Jumat 5 Juli 2024.
 
Kebebasan mimbar akademik adalah kewenangan yang dimiliki oleh profesor dan/atau dosen tetap yang memiliki otoritas dan wibawa ilmiah untuk menyatakan pikiran dan pendapat secara terbuka dan bertanggung jawab mengenai sesuatu terkait dengan rumpun yang berkenaan ilmu dan cabang ilmunya.

Universitas Airlangga (Unair) melakukan pemecatan terhadap Dekan Fakultas Kedokteran, Budi Santoso. Hal ini menyusull aksi Budi yang menolak program pemerintah untuk mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
 
Haris juga mengingatkan kepada para pimpinan perguruan tinggi, agar penetapan sangsi terhadap sivitas akademika harus sesuai prosedur dan memperhatikan statuta perguruan tinggi yang berlaku. "Pemberhentian Dekan FK kewenangan Rektor Unair, serta harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang diatur dalam Statuta Unair," jelasnya.
 
Sebelumnya, kabar dipecatnya Budi beredar di Whatsapp Group (WAG) dosen FK Unair. Dalam pernyataannya, Budi Santoso berpamitan kepada sekitar 300an member di grup tersebut, usai menerima keputusan Rektorat Unair yang memberhentikan dirinya dari jabatan Dekan FK Unair.
 
"Per hari ini saya diberhentikan sebagai Dekan FK Unair. Saya menerima dengan lapang dada dan ikhlas. Mohon maaf selama saya memimpin FK Unair ada salah dan khilaf, mari terus kita perjuangkan FK Unair tercinta untuk terus maju dan berkembang," demikian petikan pernyataan Budi Santoso dalam WAG tersebut. 
 
Saat dikonfirmasi, Budi Santoso membenarkan pernyataannya itu sebagai bentuk kewajiban dirinya untuk berpamitan dengan para dosen maupun senior. "Benar, itu pesan dari saya di grup dosen FK Uniar. Benar saya diberhentikan per hari ini (3/7)," katanya. 
 
Saat ditanya apakah hal itu berkaitan dengan statemen dirinya menolak program dokter asing di Indonesia, Budi Santoso membenarkan hal itu.  "Iya. Proses saya untuk dipanggil berkaitan dengan itu," ujarnya. 
 
Ia beranggapan, terjadi perbedaan pendapat antara pimpinan Unair dengan dirinya terkait program Kemenkes untuk mendatangkan dokter asing. "Karena rektor pimpinan saya dan saya ada perbedaan pendapat, dan saya dinyatakan berbeda ya keputusan beliau ya diterima. Tapi, kalau saya menyuarakan hati nurani, saya pikir kalau semua dokter ditanya, apa rela ada dokter asing? Saya yakin jawabannya tidak," katanya. 
 
Menurut Budi Santoso, dirinya dipanggil oleh Rektorat Unair pada Senin, 1 Juli 2024 untuk mengklarifikasi pernyataan Budi menolak program dokter asing di Indonesia. Sedangkan, keputusan pemberhentian ia terima hari ini (3 Juli 2024). Budi Santoso dalam pernyataan pribadinya kepada wartawan, di Jawa Timur, Kamis, 27 Juni 2024 menyatakan tidak setuju dengan program dokter asing di Indonesia. 
 
"Secara pribadi dan institusi, kami dari fakultas kedokteran tidak setuju," katanya. 
 
Budi meyakini 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu meluluskan dokter-dokter yang berkualitas. Bahkan, kualitasnya tidak kalah dengan dokter-dokter asing. 
 
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan mengatur persyaratan dan batasan bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan warga negara asing (WNA) yang ingin berpraktik di Indonesia. Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyebut misi dari program tersebut adalah untuk menyelamatkan sekitar 12 ribu nyawa bayi per tahun yang berisiko meninggal akibat kelainan jantung bawaan. 
 
Kemampuan dokter di Indonesia untuk melakukan operasi jantung baru berkisar 6 ribu pasien per tahun, sementara penanganan kelainan jantung bawaan memerlukan tindakan operasi yang cepat. "Enam ribu bayi ini kalau tidak tertangani memiliki risiko tinggi untuk meninggal. Kalau kita tunggu, risikonya makin tinggi," ujarnya. 
 
Baca juga:  Pemecatan Dekan FK Unair, Dirjen Dikti: Harus Sesuai Prosedur Dalam Statuta
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan