Hal itu disampaikan melalui Kuliah Umum Muda, Berintegritas, dan Antikorupsi bagi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS). Kegiatan bertajuk Antikorupsi dan Pembangunan Budaya Integritas di Lingkungan ITS.
Kepala Sekretariat Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Guntur Kusmeiyano menjelaskan kuliah umum ini merupakan rangkaian kegiatan Roadshow Bus Antikorupsi di 2024.
“Program ini menyasar mahasiswa agar menumbuhkan budi pekerti sebagai bekal sebelum memasuki dunia kerja,” tutur Guntur dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan ITS dikutip Jumat, 14 Juni 2024.
Guntur menegaskan perilaku tercela seperti korupsi tumbuh ketika kebiasaan melanggar etika dan ketidakdisiplinan dibiasakan. Kemudian, kebiasaan itu akan tumbuh merugikan hak asasi manusia (HAM) hingga perilaku koruptif.
“Maka dari itu, perlu dibangun kesadaran disiplin sedari mahasiswa seperti menjauhi titip absen, plagiat, hingga menyontek,” tegas dia.
Dia menyebut sebagai bentuk Tri Dharma perguruan tinggi, akademisi perlu berkontribusi besar dalam pemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilakukan dengan pengabdian masyarakat yang dituangkan ke dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik antikorupsi.
Pendidikan juga perlu disisipkan materi kreatif antikorupsi hingga pembentukan pusat kajian antikorupsi. Guntur mengajak mahasiswa berkontribusi memberantas korupsi dengan berbagai cara.
“Aktif mengembangkan dan memanfaatkan teknologi, menjadi content creator hingga melakukan penelitian antikorupsi,” jelas Guntur.
Guntur menjelaskan korupsi didasari oleh berbagai faktor dan biasa dikenal Pentagon Fraud. Lima besar kunci faktor tersebut yakni rationalization, arrogance, capability, opportunity, dan pressure.
Dia mencontohkan rasionalisasi saat seseorang telah lama bekerja dengan mesin ketik dan berpikir untuk memiliki mesin ketik tersebut di rumah. Contoh lainnya, pressure yang ada baik dari internal pasangan atau keluarga dan eksternal yang mendorong tindakan korupsi.
Tindak pidana korupsi (tipikor) dibedakan dalam 30 jenis yang dapat dikelompokkan menjadi tujuh jenis besar. Seringkali, jenis tipikor yang terjadi, yakni gratifikasi, suap, dan pemerasan.
Gratifikasi erat hubungannya dengan jabatan dan bersifat tanam budi yang tidak didasari kesepakatan. Praktik gratifikasi ini sering terjadi dan harus ditolak dan dilaporkan.
“Apabila mendapat barang yang terindikasi gratifikasi, maka jika dibiarkan bisa menjadi suap,” ujar dia.
Namun, tidak semua pemberian dapat dikategorikan bentuk gratifikasi. Selagi hadiah itu dipandang sebagai wujud ekspresi dan keramahtamahan, tidak wajib dilaporkan.
Hadiah juga terkadang dipandang dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma yang hidup di masyarakat sebagai pemberian. Apabila pemberian gratifikasi tidak dikembalikan atau dilaporkan dalam masa 30 hari kerja, dapat dijatuhkan sebagai tindak penyuapan.
Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Kemahasiswaan ITS, Adi Supriyanto, berharap Indonesia dapat lepas dari penyakit yang menghambat kemajuan bangsa ini. Dia menyebut perlu mencetak pemuda antikorupsi dan berjiwa wirausaha agar dapat memimpin bangsa dengan layak.
“Masa depan bangsa akan lebih baik jika bersih dari korupsi,” ujar dia.
Baca juga: KPK Sayangkan Guru dan Kepala Sekolah Belum Beri Contoh Keteladanan Antikorupsi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News