Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti menyebut geng sekolah saat ini sudah menjamur di berbagai sekolah. Dia mendorong Dinas-dinas Pendidikan di berbagai daerah bersama Kemendikbudristek membubarkan geng tersebut.
"Untuk memikirkan cara dan terapi yang tepat untuk mencegah dan membubarkan geng-geng sekolah yang berpotensi melakukan berbagai kekerasan. Berbagai bentuk akan berdampak buruk pada tumbuh kembang anak," kata Retno dalam keterangan tertulis, Selasa, 20 Februari 2024.
FSGI menyayangkan pernyataan sekolah yang terkesan cari aman dan lepas tangan dengan alasan peristiwa terjadi di luar sekolah. Padahal, lokasi kejadian di sebuah warung tongkrongan yang letaknya di belakang sekolah.
Dalam kejadian itu, seluruh yang terlibat peserta didik dari sekolah yang sama. Retno menduga sekolah belum mengimplementasikan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan (PPKSP).
Sebab, menurut Permendikbudristek 46 cakupan kekerasan yang dapat ditangani oleh Tim PPK Sekolah di antaranya terjadi di luar sekolah tapi peserta didik yang terlibat merupakan siswa sekolah tersebut.
"Apalagi ini adalah geng sekolah yang melibatkan peserta didik di Binus International School. Seharusnya sekolah dapat mengindetifikasi munculnya geng ini dan mencegah geng ini berkembang dengan merekrut adik adik kelas melalui cara kekerasan," tegas Retno.
FSGI mendesak Kemendikbudristek segera turun tangan menangani kasus kekerasan peserta didik di Binus School Serpong. Kemendikbudristek mesti menegakkan aturan sesuai ketentuan dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang PPSK.
Retno juga mendorong kepolisian mengusut tuntas kasus ini sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Apabila korban dan pelaku masih usia anak (18 tahun ke bawah), kepolisian harus menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Retno menyebut anak korban perlu mendapatkan pemulihan psikologi. Pemerintah daerah mesti memenuhinya sebagaimana diatur dalam ketentuan perundangan terkait hak anak.
FSGI juga mendorong anak-anak pelaku dirahasiakan identitasnya sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA, baik oleh pihak kepolisian maupun media massa. Masyarakat juga diminta berhenti membagikan video ke media sosial.
"Jika kita menerima, cukup berhenti di kita dan jangan disebar lagi. Karena ketika dishare lagi, berpotensi ada peniruan peserta didik lain di Indonesia, menimbulkan trauma, dan jejak digital akan berdampak buruk baik pada anak korban maupun anak-anak pelaku," kata Retno.
Baca juga: Bullying di Binus School Serpong, Kemendikbudristek Ikut Pantau Kasusnya |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News