PPI Dunia gelar seminar bertema 'Bagaimana Pengeras Suara Masjid di Tiga Kawasan Dunia'. Foto: Dok. PPI Dunia
PPI Dunia gelar seminar bertema 'Bagaimana Pengeras Suara Masjid di Tiga Kawasan Dunia'. Foto: Dok. PPI Dunia

PPI Dunia Bagi Pengalaman Penggunaan Pengeras Suara Masjid di Luar Negeri

Citra Larasati • 05 Maret 2022 21:53
Jakarta:  Menanggapi isu yang tengah beredar di Tanah Air, Direktorat Pergerakan dan Pengabdian Masyarakat (PPM) PPI Dunia menggelar kegiatan Diskusi Panel Online bertema 'Bagaimana Pengeras Suara Masjid di Tiga Kawasan Dunia'.  Kegiatan ini sekaligus bertujuan memberikan gambaran bagaimana penggunaan pengeras suara masjid di luar negeri.
 
Di antaranya penggunaan pengeras suara masjid khususnya di negara yang berada di tiga kawasan berbeda, yaitu Mesir di Timur Tengah, Turki di Eropa, dan Jepang di Asia-Oseania.  Ketua Panitia, Budy Sugandi menyampaikan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk merespons polemik yang berkembang pasca pernyataan Menteri Agama Yaqut tentang perlunya pengaturan penggunaan pengeras suara masjid.
 
Koordinator PPI Dunia, Faruq Ibnul Haqi menyampaikan bahwa bahwa Surat Edaran (SE) Menteri Agama (Menag) No SE 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala merupakan sebagai suatu upaya dalam menjaga keharmonisan. Hal ini sejatinya sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang mana masyarakatnya ini sangat beragam khususnya sebagai upaya dalam merawat toleransi antarumat beragama.

Kandidat doktor University of South Australia ini mengimbau agar pernyataan Menteri Agama tersebut bisa direspons dari sisi yang lebih substantif supaya opini yang hadir di tengah masyarakat menjadi lebih konstruktif. Hal ini sangat diperlukan mengingat Indonesia merupakan negara multireligi. 
 
Presiden PPMI Mesir, Ahsanul Ulil Albab yang juga mahasiswa pasca sarjana di Mesir ini, dalam pemaparannya menyampaikan, bahwa Islam mengajarkan untuk mendahului sesuatu yang mencegah keburukan dibandingkan melakukan kebaikan. Ulil menuturkan bahwa pelaksanaan ibadah yang dilakukan, tidak mengganggu masyarakat lainnya.
 
Ketua Umum PPMI Mesir ini berpandangan bahwa kebijakan Kementerian Agama tersebut sebagai hal yang syariat dan legal di mata agama, agar penggunaan pengeras suara di masjid tidak mengganggu masyarakat di sekitar masjid. Di Mesir sendiri, meskipun negara muslim, tetapi tetap ada aturan terkait penggunaan pengeras suara untuk azan atau pun ibadah lainnya, tutur Ulil. 
 
Savran, yang saat ini tinggal di Turki, dalam paparannya menjelaskan, bahwa Turki menempatkan di bawah logika negara. Jadi negara berfungsi sebagai pengendali agama.
 
Sedangkan di Indonesia, negara menjadi fasilitator agama. Di Turki itu harus ada pembacaan selawat yang harus dibaca setelah salat. Mahasiswa pascasarjana di University Ankara juga menyampaikan bahwa pernyataan Menteri Agama itu benar dan bijaksana secara substansi agar tidak mengganggu masyarakat sekitar yang sakit, nonmuslim, dan terganggu.
 
Dia mengingatkan, agar perlu ke depan Pemerintah perlu menggunakan strategi komunikasi publik yang lebih efektif agar tidak direspons berbeda oleh masyarakat. Savran juga menyerukan agar polemik ini bisa menjadi cikal bakal untuk mengampanyekan Masjid Ramah Lingkungan, yang tidak hanya terkait suara, tetapi juga kebersihan, dan sebagainya. 
 
Direktur PPM PPI Dunia, Yudi Ariesta Chandra yang saat ini menempuh studi di Jepang membagikan pengalamannya dalam menjalankan ibadah sebagai muslim di Jepang. Dia menuturkan bahwa di Jepang, muslim merupakan minoritas. Chandra menjelaskan bahwa pemerintah Jepang melarang penggunaan pengeras suara yang diarahkan keluar masjid, sehingga untuk mengetahui waktu sholat setiap ummat muslim menggunakan aplikasi digital azan pada gawai seluler masing-masing.
 
Terkait polemik pengaturan pengeras suara masjid, mahasiswa doktoral di University of Kochi Jepang ini menyampaikan bahwa secara substansi setuju dengan Menteri Agama yang menerangkan bahwa penggunaan pengeras suara perlu diatur.  Hal ini agar tidak mengganggu masyarakat lain yang mungkin sedang sakit atau pun berbeda keyakinan.
 
Baca juga:  Kemenag Integrasikan Pendaftaran Pesantren Lewat SITREN
 
Namun demikian, Direktur PPM ini mengimbau agar pengaturan penggunaan pengeras suara tersebut diserahkan kepada setiap tokoh agama di setiap daerah agar sesuai dengan kearifan lokal masing-masing. Hal ini mengingat masyarakat Indonesia sangat majemuk, bukan hanya dari sisi religi tetapi juga dari sisi budaya.
 
Sehingga pengaturan tersebut bisa sesuai dengan kearifan lokal dan kebutuhan masyarakat setempat yang berbeda-beda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan