Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti, Ismunandar mengatakan bahwa era disrupsi teknologi yang hadir bersama masuknya revolusi industri 4.0 perlu diantisipasi oleh semua bidang, tidak terkecuali pendidikan tinggi. Perguruan tinggi kian ditantang untuk mencetak lulusan yang tidak dapat tergantikan oleh robot.
"Kita mendorong perguruan tinggi meningkatkan kapasitas literasi baru, yakni literasi data, teknologi dan manusia. Big data saat ini ibarat tambang emas baru," kata Ismunandar dalam sambutannya di acara Dies Natalis Universitas Tarumanagara (Untar), Kamis, 3 Oktober 2019.
Literasi data dan teknologi, di antaranya dengan memperkuat kemampuan berkomunikasi menggunakan internet of Things (IoT), big data, dan artificial intelligence. "literasi data dan teknologi ini harus terus digali, selayaknya tambang kita menambang emas. Pelajari teknik-teknik baru, sebab individu yang melek data akan paham cara mengeksploitasi data yang dibutuhkan di masa depan," terang Ismunandar.
Ia juga menekankan pada poin literasi ketiga, yakni literasi manusia di mana setiap lulusan perguruan tinggi harus memiliki kemampuan berempati, memimpin dan memutuskan. "Literasi manusia itu yang tidak bisa dikerjakan oleh robot," kata Ismunandar.
Literasi manusia ini juga yang akan melindungi sivitas akademika di perguruan tinggi dari ancaman radikalisme, korupsi dan sifat negatif lainnya. "Jadi perguruan tinggi selain menanamkan kemampuan teknis dan kognitif, penting juga menanamkan aspek kemanusiaan. Agar lulusannya lebih manusiawi, berpikir kritis, bermoral, toleransi, empati, menjunjung tinggia hukum, dan kejujuran," tegas Ismunandar.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Untar, Agustinus Purna Irawan mengatakan, bahwa ketiga literasi tersebut sudah sejak lama diterapkan di kampusnya. Dalam literasi data misalnya, sejak beberapa tahun yang lalu Untar telah merintis blended learning dalam perkuliahan.
"Kalau saat ini kita buat Lintar (Layanan Informasi terpadu Universitas Tarumanagara), semua materi pembelajaran mahasiswa dimasukkan ke Lintar. Jadi materi dapat diakses dari manapun," kata Agustinus.
Pihaknya juga telah membagi, mana mahasiswa yang ingin menjalankan kuliah online, blended, maupun yang tatap muka. "Apapun pilihannya, semua proses kita pantau," tegas peraih Academic Leader 2019 dari Kemenristekdikti ini.
Dengan sistem yang serba online ini, penilaian akan kehadiran mahasiswa pun tidak hanya dihitung dalam tatap muka. "Mereka mengakses materi online, submit tugas, dan sebagainya itu bisa dihitung juga sebagai kehadiran. Jadi tidak ada lagi kelas kosong hanya karena dosen sedang seminar di luar negeri misalnya," imbuhnya.
Selain media pembelajaran, Agustinus juga memperhatikan kurikulum perkuliahan yang didesain sesuai dengan kebutuhan memasuki industri. "Kurikulum kami itu khas Untar, tidak hanya mencetak calon karyawan, namun kami lebih mencetak bagaimana menjadi pengusaha, wirausahawan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News