Menristekdikti, Mohamad Nasir mengaku, saat ini payung hukum untuk pelaksanaan PJJ masih dalam proses revisi. Bagaimana dalam permen itu akan mengatur secara detail, pilihan jika perguruan tinggi akan menggelar kuliah PJJ.
"Mau Face to face dulu, baru PJJ, atau perguruan tinggi mau langsung PJJ seperti UT, saya beri kebebasan. Silakan. Akhirnya draf Permenristekdiktinya kita ubah lagi," terang Nasir, di Universitas Terbuka, Tangerang Selatan, Selasa, 4 September 2018.
Maski masih direvisi, Nasir tetap memberi tenggat waktu, yakni tahun ini harus sudah selesai. "Regulasinya (PJJ) tahun ini akan segera selesai," terang Dia.
Nantinya, kata Nasir, setiap perguruan tinggi yang akan membuka PJJ, harus melalui pengujian kesiapan infrastruktur. "Akan kita uji dulu, kalau tidak memadai tidak boleh, harus memadai untuk menjamin kualitas," terang mantan rektor terpilih Universitas Diponegoro ini.
Hingga saat ini, kata Nasir, sudah ada 26 program studi (prodi) di sejumlah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang membuka PJJ. "Ada dari Bina Nusantara, UGM (Universitas Gadjah Mada), (IPB) Institut Pertanian Bogor mulai mencoba, PENS (Politeknik Elektronika Negeri Surabaya), mereka semua belajar dari UT," sebut Nasir.
Baca: APK Pendidikan Tinggi Ditargetkan 35% Tahun Depan
Namun dari 26 prodi tersebut, belum ada yang berani membuka full PJJ. Hampir semuanya masih menggunakan konsep blended learning. "Masih campur antara face to face dan e-learning," ungkap Nasir.
Ia berharap setelah regulasi PJJ diterbitkan, akan semakin banyak lagi perguruan tinggi yang membuka kelas kuliah jarak jauh. Dengan PJJ, perguruan tinggi dapat menerima mahasiswa baru dalam jumlah banyak.
"UT saja yang dulu hanya mampu menerima 20 ribu mahasiswa baru, sekarang sudah mampu menerima 65 ribu mahasiswa. Kalau PT lain bisa begini, target 35% Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi akan dengan mudah tercapai," tandas Nasir.
Di sisi lain, sistem PJJ juga akan memudahkan mahasiswa. Tidak hanya dapat menekan biaya kuliah, namun juga living cots yang selama ini harus dikeluarkan dengan perkuliahan konvensional. "SPP yang mahal bisa ditekan, biasa indekos, dan sebagainya bisa ditekan," tutup Nasir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News