Guru Besar Unair Muhammad Miftahussurur - Unair
Guru Besar Unair Muhammad Miftahussurur - Unair

Teliti Agen Penyebab Penyakit Lambung Lewat Epidemiologi Molekuler, Miftah Dikukuhkan jadi Guru Besar Unair

Renatha Swasty • 01 September 2022 10:51
Jakarta: Rektor Universitas Airlangga (Unair) Mohammad Nasih kembali mengukuhkan Guru Besar Unair. Sebanyak empat guru besar dikukuhkan, termasuk Muhammad Miftahussurur.
 
Dengan total 110 publikasi jurnal terindeks Scopus dan H-Index: 19, berhasil mengantarkan Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi, dan Informasi Unair tersebut sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Unair ke-122. Dalam sesi orasi ilmiahnya, Miftah mengangkat topik upaya diagnosis, eradikasi Helicobacter pylori, dan skrining kanker lambung menggunakan pendekatan epidemiologi molekuler.
 
Epidemiologi molekuler merupakan cabang epidemiologi yang mempelajari kontribusi faktor risiko genetik dan lingkungan pada level molekuler dan biokimia, terhadap etiologi, distribusi, dan pengendalian penyakit dalam populasi.

Dalam pemaparannya, pria kelahiran Sidoarjo, 29 September 1979 tersebut mengungkapkan Helicobacter pylori merupakan agen penyebab penyakit gastritis, ulkus peptikum, limfoma lambung, dan kanker lambung. Dia menjelaskan prevalensi H. pylori di Indonesia termasuk rendah (<15 persen). Namun, setelah dipetakan lebih lanjut ada beberapa etnik yang memiliki prevalensi tertinggi.
 
“Dari 11 persen seluruh prevalensi H. Pylori di Indonesia, didominasi oleh etnik Papua (42 persen), Batak (40 persen), dan Bugis (36 persen). Ini menunjukkan risiko ketiga etnik tersebut terinfeksi H. pylori lebih tinggi dari etnik lain di Indonesia sehingga harus diwaspadai,” ujar Miftah dikutip dari laman unair.ac.id, Kamis, 1 September 2022.
 
Miftah menyebut hal itu tak terlepas dari migrasi antarsuku di seluruh dunia. Miftah mengungkapkan suku Batak merupakan migrasi dari etnik Afrika Timur 20.000 tahun lalu.
 
Sementara itu, suku Bugis adalah migrasi dari etnik Maori dari Taiwan 10.000 tahun lalu dan etnik Papua merupakan migrasi dari Suku Sahul.
 
Miftah menyampaikan dengan terbatasnya ahli endoskopi di Indonesia menyebabkan pemeriksaan secara invasif sulit dilakukan. Sehingga, salah satu alternatif ialah melalui pemeriksaan non invasif.
 
Namun, yang menjadi masalah saat ini adalah pemeriksaan non invasif di Indonesia masih belum tervalidasi dan tingkat akurasinya masih rendah. “Ditambah lagi dengan permasalahan lain seperti resistensi bakteri yang sudah cukup parah karena telah melebihi batas resistensi yang sudah ditetapkan,” tutur dia.
 
Miftah mendorong agar pengembangan studi epidemiologi molekuler dan pendirian pusat endoskopi dan riset pencegahan kanker khususnya di daerah berisiko tinggi segera dilakukan. Mengingat, fakta menunjukkan meski prevalensinya rendah H. pylori yang beredar di Indonesia saat ini merupakan H. pylori ganas dan seringkali menimbulkan dispepsia pada lambung.
 
“Selain itu, dalam temuan kami ada beberapa bakteri lain yang dapat berpotensi menimbulkan pra kanker yang tersebar di Indonesia,” tutur dia.
 
Miftah menyebut selain mengembangkan pusat riset, Indonesia juga harus memperbaiki sistem tracing melalui pemeriksaan non invasif supaya lebih akurat. “Upaya ini juga merupakan tanggung jawab moral kita sebagai peneliti, praktisi, dan akademisi sehingga kita dapat mencegah H. pylori khususnya di daerah yang berisiko,” tutur dia.
 
Baa juga: Pakar Unair Bagikan Cara Atasi Gangguan Lambung Saat Puasa

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan