Menanggapi kebijakan yang ditandatangani Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 lalu itu, pakar Kebijakan Publik Universitas Airlangga (Unair), Falih Suaedi menilai bahwa kebijakan ini mempunyai nilai positif untuk jangka panjang. Regulasi tersebut akan mempermudah pemerintah dalam menganalisis kebutuhan riil pegawai secara kualitatif dan kuantitatif.
Menurutnya, fenomena ini harus direspons dengan solusi kreatif. “Memang proses seleksi dan rekrutmen pegawai honorer dulu sangat beragam karena masing-masing instansi menyelenggarakan. Oleh sebab itu, pegawai honorer yang ada saat ini sebaiknya dipetakan dari aspek lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja,” tutur Falih.
Apabila lama mengabdi sudah lebih dari lima tahun, umur masih memenuhi syarat masuk PNS, pendidikan yang relevan serta prestasi kerja yang baik, maka yang bersangkutan layak untuk mendapatkan poin 30 persen. "Sisanya yang 70 persen tergantung dari hasil tes, baik untuk PNS maupun PPPK,” tambahnya.
Di samping itu, Pejabat Pembinaan Kepegawaian (PPK) juga diminta untuk merancang langkah strategis terkait penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi CPNS sebelum batas waktu 28 November 2023.
Dosen Departemen Administrasi FISIP Unair itu mengusulkan strategi berupa penyusunan profil atas dasar lama mengabdi, umur, pendidikan, dan prestasi kerja. Kemudian, profil tersebut mulai dipilah untuk disalurkan kepada BUMN, BUMD, atau organisasi lain yang sistem kepegawaiannya lebih independen, termasuk merekomendasikan kepada pihak ketiga yang merupakan mitra pemerintah (outsourcing).
Kemudian, Falih menyampaikan bahwa dalam jangka yang lama peraturan ini akan membantu pemerintah untuk mendapatkan data yang lebih valid terkait kualitas dan kuantitas PNS dan PPPK. Lebih dari itu, hal itu juga dapat memberikan kemudahan dalam menyusun perencanaan tentang placement, training dan development, sistem karier dan sistem kompensasi, serta evaluasi kinerja para pegawai.
“Selama ini database kepegawaian di negara kita enggak pernah beres. Jika database-nya saja bermasalah, langkah ke belakangnya akan bias. Semoga hal-ihwal tentang pengelolaan ASN di Indonesia lebih profesional, lebih sederhana, dan lebih demokratis,” tutupnya.
Baca juga: Unair Melesat, Tembus Top 369 Dunia di QS World University Rankings 2023
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News