Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat 1 dari 6 anak mengalami perundungan di dunia pada 2024. Data itu diperkuat dengan laporan UNICEF yang mencatat ada sepertiga anak di 32 negara melaporkan mengalami cyberbullying.
Cyberbullying merupakan salah satu risiko yang tak terhindarkan, namun dapat dicegah dengan peran aktif orang tua dan literasi digital yang mumpuni. Meski efeknya nyata, namun masih banyak masyarakat yang belum menyadari secara utuh perundungan anak di dunia digital.
Bagaimana strategi mengontrol aktivitas digital pada anak agar orang tua dapat mengawasi anaknya? Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyelenggarakan Obral Obrol Literasi Digital, pada Ju'at, 17 Mei 2024. Tema yang diangkat adalah Cyberbullying, Behind The Screen.
Orang tua berperan penting
Cyberbullying tak hanya berupa komentar negatif. Tanpa kita sadari, menyebarluaskan konten yang mempermalukan dan menekan orang lain di jejaring sosial juga merupakan bentuk perundungan. Karena itu, orang tua memiliki peran penting menyampaikan pada anak apa saja konteks dari perundungan di dunia maya.Praktisi Komunitas, Tata Yunita menyampaikan bahwa orang dewasa harus peka terhadap perubahan perilaku terhadap anak. Seperti merasa cemas, tak memiliki gairah pergi ke sekolah, bahkan mengalami penurunan prestasi yang drastis.
Tak hanya itu, tanda-tanda adanya perundungan pada anak juga harus dilihat dari kacamata anak sebagai pelaku perundungan yang sering luput disadari.
"Misalnya mungkin anak jadi lebih agresif, mudah memukul, hingga berkata kasar bisa menjadi kecenderungan anak sebagai pelaku cyberbullying,” ujar Tata.
Atur penggunaan gawai
Asdep Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Ciput Eka Purwianti, menyampaikan perundungan seringkali dilakukan dengan tujuan membuat sengsara, mempermalukan, hingga dengan sengaja ingin merugikan orang lain. Dan perilaku ini dilakukan berulang kali.Karena itu, sebelum memberikan gawai kepada anak, orang tua memberikan pengetahuan atau mitigasi. Caranya adalah dengan memberikan informasi risiko berbagai kemungkinan yang terjadi di dunia maya.
"Tidak semua pengguna internet merupakan anggota keluarga yang dapat berperilaku baik. Sehingga, jika menemukan sesuatu yang tidak nyaman di internet, anak diberi dorongan untuk segera menyampaikan pada orang tua," kata Ciput.
Aktivitas utama anak saat berselancar di dunia maya adalah mengobrol dan mengakses konten hiburan seperti nonton video. Berdasarkan studi KPPPA di tiga Provinsi, sebanyak 70% anak tak mendapatkan batasan dari orang tua.
"Kalaupun ada pembatasan atau pengaturan, hanya fokus pada durasi penggunaan gawai. Jadi, lamanya waktu yang digunakan anak dalam mengkases internet, baik untuk belajar dan nonton," ujar Eka.
Baca: Ini Tips Jaga Hak dan Tanggung Jawab di Ruang Digital |
Eka juga menggarisbawahi dampak perundungan pada anak dengan disabilitas. Tak hanya perundungan yang membuat anak-anak memiliki pengalaman tak nyaman saat beselancar di dunia maya, konten bermuatan seksual juga membuat anak takut saat berada di dunia maya.
Hasil Survei KPPPA dan Child Fund Internasional pada 2023 yang dilakukan terhadap 1.600 remaja berusia 13 hingga 24 tahun di DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur mengungkap bahwa 49,1% remaja mengaku sebagai pelaku perundungan dan 51% sebagai korban perundungan.
Jangan dimarahi
Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Ike R Sugianto, menyampaikan langkah pencegahan bisa dilakukan dengan memahami aplikasi yang anak gunakan dalam gawainya. Termasuk, permainan apa yang mereka gunakan."Orang tua juga dapat berperan aktif dengan turut mempelajari permainan dan aplikasi media sosial yang digunakan anak," kata Ike.
Namun, jika terjadi perubahan secara psikis pada anak baik karena anak menjadi korban ataupun pelaku maka, langkah yang harus dilakukan orang tua adalah menahan diri untuk marah dan bereaksi berlebihan, seperti marah. Hal ini mencegah agar anak tak takut menceritakan dan yang lebih penting adalah introspeksi.
"Jangan-jangan kita juga suka mem-bully anak-anak kita dengan perkataan saat di rumah,” ujar Ike.
Hukum di dunia nyata berlaku di dunia maya. Maka, perlu ada konsekuensi yang dilakukan orang tua saat memberikan gawai pada anak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News