Survei Uswitch terhadap 2.000 orang juga menemukan hampir 70% dari kelompok usia 18-34 lebih menyukai pesan teks ketimbang panggilan telepon. Mengapa kaum milenial dan generasi z tak suka angkat panggilan telepon? Berikut ulasannya dikutip dari laman bbc.com:
Bagi generasi yang lebih tua, berbicara melalui telepon adalah hal normal. Setelah itu, lahir generasi pengirim pesan teks.
Panggilan telepon seluler hanya dilakukan untuk keadaan darurat. Terdakang, telepon rumah digunakan sesekali untuk bicara dengan kakek dan nenek.
Psikolog konsultan Dr. Elena Touroni menjelaskan kaum muda tidak mengembangkan kebiasaan berbicara di telepon.
"Bicara di telepon itu bukan norma kaum muda. Jadi, kalau mereka sekarang bicara via telepon akan merasa aneh," ujar Touroni dikutip dari laman bbc.com, Rabu, 8 Januari 2025.
Dia menyebut kaum muda langsung membayangkan yang terburuk ketika telepon mulai berdering (atau tepatnya bergetar karena orang di bawah usia 35 tahun jarang menggunakan nada dering). Lebih dari setengah kaum muda dalam survei Uswitch mengakui panggilan telepon tidak terduga dianggap kabar buruk.
Terapis psikologis Eloise Skinner memaparkan kecemasan seputar panggilan telepon berasal dari "asosiasi [telepon] dengan sesuatu yang buruk: perasaan khawatir atau takut".
Baca juga: Alasan Anak Muda Doyan Judol: Ingin Instan |
"Hidup semakin sibuk dan jadwal kerja semakin tidak dapat diprediksi. Waktu untuk menelepon teman hanya untuk sekadar mengobrol semakin berkurang," ujar Skinner.
"Panggilan telepon pun dikhususkan untuk yang penting-penting saja. Sering kali, telepon penting ini membawa kabar yang sulit diterima."
Jack Longley, 26 tahun, mengakui hal ini. Dia juga tidak pernah menjawab panggilan dari nomor yang tidak dikenal karena "itu pasti penipu atau telemarketer".
"Lebih mudah untuk mengabaikan panggilan tersebut daripada menyaringnya," ujar Longley.
Meskipun kaum muda tidak berbicara di telepon, bukan berarti hubungan dengan teman-teman diabaikan. Sepanjang hari, grup-grup chat pertemanan mengirimkan notifikasi mulai dari pesan biasa, meme, gosip, dan, baru-baru ini, catatan suara.
Banyak percakapan sekarang terjadi di media sosial, terutama di era Instagram dan Snapchat yang memudahkan mengirim gambar dan meme bersamaan dengan teks.
Walaupun panggilan telepon secara universal tidak disukai, penggunaan catatan suara justru membelah opini generasi muda.
Dalam survei Uswitch, 37% dari kelompok usia 18-34 mengatakan catatan suara adalah preferensi komunikasi mereka. Sebagai perbandingan, hanya 1% dari kelompok usia 35 hingga 54 tahun yang lebih menyukai pesan suara daripada panggilan telepon.
"Catatan suara seperti berbicara di telepon tetapi lebih baik," kata Susie Jones, mahasiswi berusia 19 tahun.
"Anda bisa mendengar suara teman, tetapi tidak ada tekanan untuk merespons [dengan suara juga]. Ini cara yang lebih sopan untuk berkomunikasi."
Baik teks maupun catatan suara memungkinkan kaum muda berpartisipasi dalam percakapan dengan kecepatan mereka sendiri. Selain itu, metode ini memungkinkan untuk memberikan respons yang lebih bijaksana dan sudah dipikirkan masak-masak.
Fobia telepon di tempat kerja
Henry Nelson-Case, pengacara berusia 31 tahun sekaligus pembuat konten, mengaku benci bicara melalui telepon. Dia mengakui ada rasa cemas yang menjangkiti ketika mesti berbicara dengan waktu nyata alias real-time."Belum lagi potensi kecanggungan, tidak memiliki jawaban, dan tekanan untuk segera merespons," ujarnya.
Dr. Touroni menjelaskan panggilan telepon membutuhkan tingkat keintiman lebih tinggi dan kerentanan. "Sedangkan pengiriman pesan tidak terlalu intim. Anda bisa terhubung tanpa merasa rentan atau terekspos," ujarnya.
Dunja Relic, pengacara berusia 27 tahun, menghindari panggilan telepon di tempat kerja karena "memakan waktu dan menghambat tugas".
Skinner menggambarkan ini sebagai sentimen "kalau bisa email, buat apa telepon?"
"Panggilan telepon mengharuskan si penerima untuk menghentikan aktivitas mereka dan memberikan perhatian pada percakapan. Bagi mereka yang melakukan beberapa tugas pada saat bersamaan, ini sulit dilakukan."
James Holton, pemilik bisnis berusia 64 tahun, mengaku karyawannya yang masih muda jarang menjawab panggilan telepon.
"Pesan voicemail mereka bilang mereka sibuk. Atau nomor saya dialihkan. Panggilan tidak pernah tersambung," ujarnya.
"Selalu ada alasan yang dipersiapkan. Yang paling umum adalah telepon mereka dalam mode senyap lalu mereka lupa membalas telepon."
Holton melakukan adaptasi setelah menyadari adanya kesenjangan komunikasi yang terlihat secara nyata.
Baca juga: 7 Alasan Kenapa Gen-Z Semakin Malas Menikah |
"Kalau karyawan lebih nyaman dengan pesan teks, sudah tanggung jawab saya untuk menghormati pilihan tersebut," ujar dia.
Selain preferensi untuk komunikasi non-verbal, orang-orang zaman sekarang cenderung bekerja dari rumah. Ke depan, apakah manusia akan kehilangan kemampuan melakukan percakapan yang tidak terjadwal dan informal?
Skinner mengatakan jika tren saat ini berlanjut maka "kita mungkin akan kehilangan rasa kedekatan atau koneksi".
"Ketika kita berkomunikasi secara verbal, kita merasa lebih selaras baik secara emosional, profesional, maupun pribadi," paparnya.
"Koneksi ini dapat mengarah pada rasa kepuasan yang lebih besar, terutama di tempat kerja."
Ciara Brodie, manajer area supermarket berusia 25 tahun, mengaku malah "menyukai dan menghargai ketika atasan saya di tempat kerja menelepon".
"Panggilan telepon lebih baik daripada pesan teks karena butuh upaya tertentu untuk melakukannya. Anda benar-benar tahu bahwa manajer Anda menghargai masukan Anda [ketika berbicara melalui telepon]," ujarnya.
Brodie juga gemar berbincang dengan rekan kerja melalui telepon pada hari-hari ketika dia bekerja dari rumah.
"Bekerja dari rumah membuat Anda merasa terisolasi. Senang rasanya kalau tetap terhubung dengan orang lain," ujarnya.
Beberapa orang mungkin menyebut tren komunikasi ini membuktikan bahwa kaum muda tidak punya nyali alias "generasi salju".
Namun, ini semua sebenarnya adalah persoalan adaptasi.
Dua puluh lima tahun yang lalu, orang-orang menolak untuk beralih dari faks ke email. Namun, perubahan tersebut telah membuat komunikasi jauh lebih efisien.
Mungkin sekarang saatnya untuk mengakui kekuatan teks. Seperti halnya mesin faks yang disingkirkan tahun 1990-an, panggilan telepon yang bisa kita tinggalkan di tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News