Hal itu disebabkan pemberian dana BOS dipengaruhi tingkat indikator kemahalan konstruksi daerah. Untuk kemudian dikalikan dengan jumlah siswa.
"Betul ini menguntungkan daerah 3T. Yang kita gunakan adalah indikator kemahalan kontruksi sebagai pengali dari jumlah siswa dan unit cost berdasarkan indeks kemahalan konstruksi," kata Sekretaris Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Paud Dikdasmen), Kemendikbud, Sutanto, dalam YouTube FMB9ID_IKP, Jumat, 26 Maret 2021.
Misalnya BOS di kabupaten Salatiga, Jawa Tengah akan berbeda dengan BOS di pegunungan Bintan, Papua. Di Papua, kata dia, bisa dua kali lipat unit cost di Salatiga.
"Jadi yang dulu anggarannya sama sekarang majemuk variatif disesuaikan dari tingkat kemahalan kebupaten kota masing-masing," terangnya.
Baca juga: SMK di Papua dan Papua Barat Teken MoU dengan 22 Perusahaan
Meski begitu, Sutanto memastikan tak ada penurunan anggaran transfer dana BOS pada tahun 2021. Di mana di tahun 2020, perhitungan minimal untuk satu SD, per anak dalam satu tahun sebesar Rp900 ribu.
"Tidak ada yang lebih rendah dari tahun kemarin. Paling rendah sama kaya tahun kemarin," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News