Internet membawa banyak manfaat, terlebih pada masa pandemi seperti saat ini di mana pembelajaran harus dilakukan secara jarak jauh. Namun kekerasan nonfisik juga bisa dialami anak, dimulai dari hal yang ditampilkan pada layar gawai itu sendiri.
"Pertama, mereka rentan untuk mengalami kekerasan siber, ini bisa termasuk eksploitasi seksual daring, terekspos pada tindakan menyakiti diri sendiri, bunuh diri, kemudian mereka juga bisa terkontaminasi dengan konten-konten radikalisme dan eksploitasi lainnya yang kita sudah banyak kasusnya," ujar Ciput dalam temu media secara daring belum lama ini.
Risiko selanjutnya, menurut Ciput, adalah adiksi siber. Beberapa kota di Tanah Air bahkan telah melaporkan kasus ini. Anak usia di bawah 10 tahun sudah adiksi pada gawai, termasuk adiksi pada game online dan pornografi.
Baca juga: Mahasiswa Informatika UKDW Lolos Program Bangkit Kemendikbud
Berikutnya, risiko lain yang banyak terjadi tanpa disadari adalah perundungan siber. Kebanyakan anak menerima perundungan siber secara online tidak hanya dari teman sebaya, namun juga orang dewasa.
Kekerasan di medsos
Data tentang kekerasan yang dialami anak-anak di media sosial, dari Yayasan Plan International Indonesia pada 2020, menunjukkan ancaman terbesar adalah kekerasan seksual.
"96 persen dari responden mengatakan mereka mengalami ancaman kekerasan seksual. Terbesar berikutnya ada pelecehan seksual, atau pelecehannya lainnya, melalui komentar atau pun pesan yang diterima oleh anak-anak," kata Ciput.
Kekerasan di media sosial berikutnya adalah stalking oleh orang asing atau orang dewasa, dan kebanyakan adalah predator. Kemudian, ada body shaming, pelecehan seksual, komentar rasis, ancaman kekerasan fisik, dan juga dipermalukan.
Survei lainnya, yang dilakukan di masa awal pandemi pada April 2020, Ciput menyebutkan ada sekitar 30 persen atau 112 anak yang mengaku mereka mendapatkan kiriman tulisan atau pesan teks yang tidak senonoh.
"Jadi pornografi itu tidak hanya berupa video atau gambar tapi juga termasuk teks," dia melanjutkan.
Terbesar berikutnya, responden survei tersebut mengaku mendapatkan kiriman gambar atau video yang tidak nyaman, dan terbesar ketiga berikutnya, mereka mengaku dikirimi gambar atau video yang mengandung pornografi.
"Ini sebuah alarm, pengingat bagi kita semua, orang tua khususnya, untuk mengingatkan bahwa bagaimana menjaga kedekatan relasi dengan anak yang semakin dia meningkat usianya tentu tantangannya semakin berbeda," ujar Ciput
Menurutnya yang sangat penting dan utama adalah memastikan orang tua mendampingi saat anak-anak berselancar di internet dengan gawai mereka. "Jadi, jangan biarkan anak-anak ini sendirian saat mereka mengakses platform-platform online ini. Baik platform edukasi, platform entertainment, ataupun berita," imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News