Keempatnya, yakni Karlia Meitha (dosen dari Institut Teknologi Bandung), Widiastuti Setyaningsih (dosen dari Universitas Gadjah Mada), Fitri Aulia Permatasari (dosen dari Institut Teknologi Bandung), dan Pietradewi Hartrianti (dosen dari Indonesia International Institute for Life Sciences).
“Selamat atas para pemenang FWIS Tahun 2023, kiranya hasil penelitian yang telah diusulkan dapat menjadi fondasi masa depan dunia sains yang lebih cerah, lebih berkelanjutan serta memberikan manfaat yang nyata di masyarakat Indonesia maupun global,” ucap Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Itje Chodidjah dikutip dari laman kemdikbud.go.id, Jumat, 1 Desember 2023.
Sejak 2004, L’Oréal-UNESCO For Women in Science, yang merupakan kerja sama L’Oréal Indonesia dan KNIU serta Kemendikbudristek, telah memberikan dukungan pendanaan kepada 71 ilmuwan perempuan di Indonesia. Itje mengatakan KNIU mendorong konsistensi keberlanjutan program L’Oréal-UNESCO FWIS.
"Karena lewat program tersebut telah menjadi ruang khusus untuk perempuan peneliti dapat terus berinovasi demi kemajuan dunia sains, baik dari penelitian life sciences, dan non-life sciences,” tegas Itje.
KNIU juga mendukung kolaborasi antara ilmuwan perempuan dengan universitas, lembaga riset, sektor swasta, dan lembaga lainnya. Tahun ini, keempat peneliti itu masing-masing berhasil memenangkan pendanaan riset senilai Rp100 juta.
Keempat pemenang tersebut mengusung penelitian dengan memanfaatkan potensi biodiversitas yang menghadirkan berbagai terobosan inovatif di bidang ketahanan pangan dan kesehatan yang berkelanjutan.
President Director L’Oréal Indonesia, Junaid Murtaza, menyampaikan apresiasi atas kolaborasi dari semua pemangku kepentingan atas kesuksesan program FWIS di Indonesia. Dia bersyukur atas kemitraan dengan KNIU dan Kemendikbudristek.
"Lebih dari sebatas kemitraan, dengan sinergi ini kami berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam mendorong kenaikan jumlah maupun kapabilitas peneliti perempuan, memajukan dunia sains di Indonesia, dan menjadi katalis lahirnya berbagai inovasi yang akan berguna untuk masyarakat,” urai Junaid.
Dia menuturkan kuantitas dan kompetensi peneliti perempuan terus menjadi perhatian. Sebab, pada 2021, berdasarkan data yang dihimpun the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mencatat hanya 33,3 persen dari peneliti di seluruh dunia adalah perempuan.
Di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat pada 2023, terjadi peningkatan persentase peneliti perempuan yakni 45 persen.
Salah satu dewan juri FWIS 2023, Fenny Dwivany, mengatakan diperlukan kolaborasi kuat dan berkelanjutan untuk mengatasi rentang/gap presentase peneliti perempuan di Indonesia maupun di dunia. Dia menyebut Indonesia adalah negara yang memiliki mega biodiversitas terbesar di dunia.
"Jika tidak ada dukungan dalam hal regulasi ataupun pendanaan yang terstruktur dan berkelanjutan dari pemerintah, peran peneliti perempuan di masyarakat tidak maksimal,” jujar penerima apresiasi FWIS Nasional Tahun 2007 itu.
Baca juga: Susanti Kwan, Penyintas Sekaligus Peneliti di Pusat Riset Kanker Terbesar di Dunia |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News