Ketua LPA Generasi, Ena Nurjanah mengakui, sistem zonasi dalam PPDB memiliki niatan yang sangat baik untuk mengedepankan azas pemerataan dalam pendidikan, menghilangkan stigma sekolah favorit dan non favorit. Salah satunya dengan melakukan pemerataan sebaran anak-anak pintar di seluruh sekolah, dan memberi kesempatan yang sama kepada siswa miskin untuk memperolah pendidikan yang baik dan berkualitas.
Namun, di sisi lain ternyata pemerintah melalui Kemendikbud mengabaikan sebaran sekolah negeri yang tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. "Seharusnya, sebaran sekolah negeri yang tidak merata tersebut menjadi elemen yang diperhitungkan dalam penyusunan permendikbud yang ada," kata Ena, dalam keterangan tertulis yang diterima Medcom.id, di Jakarta, Jumat, 13 Juli 2018.
Jika saja sistem zonasi lebih akomodatif, maka pemerintah daerah dan jajarannya bisa menyesuaikan dengan kondisi di wilayah masing-masing. Sehingga setiap wilayah memiliki kesempatan untuk menerapkan sistem zonasi yang lebih sesuai bagi wilayahnya, dan bisa memenuhi rasa keadilan setiap anak untuk mendapatkan hak pendidikannya.
Sebuah fakta yang sangat kasat mata, bahwa sebaran sekolah negeri di berbagai wilayah di Indonesia tidak merata. Ena melihat Pemerintah pusat melalui Kemendikbud dianggap menutup mata terhadap fakta tersebut.
"Hal ini sudah memberi petunjuk, bahwa akan muncul persoalan pada sistem zonasi," terangnya.
Baca: Sekolah Negeri Banyak Dinikmati Oleh Siswa Kaya
Sistem zonasi yang kaku membuat banyak pihak terutama para orangtua calon siswa mencoba menyiasatinya melalui peraturan yang menurut mereka masih terbuka dan bisa dicurangi.
Fenomena yang kemudian menyeruak dan sungguh memalukan adalah bahwa ada puluhan ribu para orangtua murid dari keluarga mampu menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) yang diperuntukan bagi keluarga miskin.
"Para orangtua mampu pengguna SKTM, seakan-akan telah kehilangan urat malu dengan menipu diri dan juga anak-anaknya," tegas Ena.
Berdasarkan permendikbud nomor 14 tahun 2018 Pengguna SKTM memiliki jatah dalam PPDB minimal 20 persen dan maksimal bisa 90 persen bagi mereka yang masuk dalam kategori zona 1. Sisanya diperuntukan 5 persen bagi siswa melalui jalur prestasi , dan 5 persennya lagi bagi siswa dari luar zona.
Kondisi ini harusnya menjadi perhatian sangat serius bagi pemerintah melalui Kemendikbud, karena PPDB telah memunculkan fenomena orangtua yang berbondong-bondong menjadi penipu sekaligus mengajarkan anak-anak mereka menjadi penipu. Menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang mereka inginkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News