Nuha mengungkapkan hasil survei Berikan Protein pada tahun 2022, yang melibatkan 65 ribu responden dari 300 kota/kabupaten di Indonesia. Survei menemukan 81 persen orang Indonesia kekurangan protein dengan asupan harian hanya 40 gram per orang.
Jumlah ini jauh di bawah rekomendasi Kementerian Kesehatan yang menetapkan 57 gram per hari. Temuan ini menjadi dasar inisiatif Berikan Protein mendorong inovasi meningkatkan asupan protein, terutama protein hewani yang penting bagi pertumbuhan anak-anak.
Nuha mengatakan edukasi serta pengembangan produk terus dilakukan agar masyarakat memahami pentingnya protein dalam pola makan mereka. Dia menyebut merasa memiliki tanggung jawab mengatasi masalah kekurangan protein dengan expertisenya di bidang teknologi pangan dan gizi.
"Kami mengembangkan berbagai produk inovatif, termasuk fokus pada protein ikan, yang merupakan sumber protein yang sangat melimpah di Indonesia,” ujar alumnus Universitas Padjadjaran tersebut dalam acara Media Lounge Discussion (Melodi) yang diadakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dikutip dari laman brin.go.id, Kamis, 10 Oktober 2024.
Berikan Protein juga menyoroti upaya pengolahan ikan yang belum optimal, yang menyebabkan banyaknya hasil tangkapan terbuang. Data dari KKP menunjukkan hanya satu dari tiga ikan yang ditangkap yang sampai ke piring masyarakat Indonesia, sisanya terbuang.
"Ini menunjukkan potensi food waste yang besar akibat kurangnya pengolahan ikan tersebut. Melalui program ini, ikan-ikan dengan nilai ekonomi rendah diolah menjadi produk bernilai tinggi untuk membantu mengatasi stunting," ujar dia.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Bioindustri Laut dan Perairan Darat Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ekowati Chasanah, menjelaskan teknologi HPI yang menghasilkan susu ikan menjanjikan dalam menghadapi masalah stunting pada anak-anak. Dengan kandungan asam amino esensial yang tinggi, bubuk ikan hidrolisat mampu memenuhi kebutuhan protein dan mempercepat pertumbuhan.
Uji coba terhadap hewan menunjukkan bubuk ikan hidrolisat dapat meningkatkan hormon pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan bubuk ikan non-hidrolisat. Hidrolisat memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bentuk protein lainnya.
"Terutama karena protein yang sudah terhidrolisis menjadi lebih pendek sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh dan memiliki berbagai manfaat kesehatan seperti anti-hipertensi dan sifat fungsional lainnya. HPI juga memiliki potensi sebagai produk untuk mengatasi masalah gizi seperti stunting dan kebutuhan protein tinggi untuk pemulihan kesehatan," jelas dia.
Riset menunjukkan pemberian protein ikan terhidrolisis (HPI) pada hewan dapat memberikan peningkatan signifikan pada hormon pertumbuhan dan panjang badan dibandingkan dengan protein ikan yang tidak terhidrolisis. Penelitian ini mengindikasikan peningkatan hormon IGF-1 dan GF pada kelompok yang diberikan HPI (P1) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok non-HPI (P2).
Selain itu, panjang tubuh tikus pada kelompok P1 tercatat lebih panjang dibandingkan P2, menunjukkan potensi HPI untuk mendukung pertumbuhan. Chasanah juga menekankan pentingnya menggunakan ikan segar dalam proses produksi agar kualitas tetap terjaga.
Selain itu, pemilihan enzim yang tepat sangat penting, karena jika salah dapat menghasilkan rasa pahit. “Kami memanfaatkan enzim dari mikroba untuk memastikan rasa yang lebih baik dan tidak pahit,” papar dia.
Proses ini menghasilkan bubuk ikan serbaguna dan dapat digunakan untuk berbagai produk pangan, seperti minuman dan biskuit. Teknologi hidrolisat ini menawarkan solusi bagi daerah dengan akses terbatas.
“Dengan dikeringkan menjadi bubuk, produk ini lebih mudah dikirim dan disimpan dalam waktu lama,” tutur dia.
Chasanah menyebutkan produk hidrolisat memiliki potensi besar di pasar global, seperti produk sejenis yang banyak digunakan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus atau orang dewasa yang membutuhkan asupan protein tinggi. Dengan berbagai manfaat kesehatan yang ditawarkan, hidrolisat protein ikan diharapkan dapat menjadi solusi pangan yang inovatif dan mendukung peningkatan kesehatan masyarakat.
Baca juga: Peneliti BRIN: Kandungan Susu Ikan Tidak Setinggi Susu Sapi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News