"ICMI juga menekankan perlunya dialog dengan seluruh pemangku kepentingan dalam proses pemutakhiran Undang-Undang Kesehatan," kata Ketua Departemen Upaya Kesehatan Masyarakat MPP ICMI, Zaenal Abidin, dalam keterangan tertulis, Rabu, 14 Juni 2023.
Zaenal menuturkan proses pembentukan undang-undang merupakan jalan panjang. Dialog terbuka merupakan suatu keniscayaan dan menjadi hak warga negara yang sering disebut meaningful participation.
"Dalam dialog itu warga negara didengarkan pendapatnya, dipertimbangkan pendapatnya, serta mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan," ujar dia.
Zaenal menyebut dialog diperlukan lantaran ICMI menilai selama ini pembahasan Undang-Undang Kesehatan tidak transparan dan terkesan terburu-buru. ICMI memberikan catan kritis atas RUU Kesehatan.
"Adanya upaya penghapusan peran organisasi profesi dalam pengawasan, pembinaan, rekomendasi bagi anggotanya yang berpraktik melayani masyarakat menjadi isu penting. Ditengarai RUU ini dapat menyebabkan terjadinya pemusatan kewenangan seluruh urusan kesehatan di Kementerian Kesehatan," jelas dia.
ICMI berpandangan RUU Kesehatan berpretensi mengancam kemandirian rumah sakit. Hal ini menjadi salah satu poin keberatan organisasi-organisasi profesi di bidang kesehatan.
Padahal, selama ini peran masyarakat sangat signifikan dalam bidang kesehatan, termasuk dalam pengelolaan rumah sakit. ICMI juga menilai bergesernya basis pendidikan dokter spesialis dari berbasis universitas ke pendidikan berbasis rumah sakit saja.
"Hal ini akan menurunkan mutu lulusan pendidikan dokter spesialis yang akan berdampak pada layanan kesehatan masyarakat," ujar Zaenal.
RUU Kesehatan juga disebut-sebut akan menyatukan 9 dari 10 undang-undang bidang kesehatan. Salah satunya RUU ini akan menghapus Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialisasi Kedokteran Jiwa Indonesia, Agung Frijanto, mengungkapkan hanya sedikit sekali cakupan UU Nomor 18 Tahun 2014 yang diakomodir dalam RUU Kesehatan sehingga dapat menjadi masalah baru.
Masalah lain yang muncul dibolehkannya korban pemerkosaan melakukan aborsi pada usia kehamilan 14 minggu. Dia mengatakan hal ini berseberangan dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang hanya mentoleransi hingga batas usia kehamilan 6 minggu.
"Hilangnya kalimat 'akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan' juga diperkirakan dapat menuai masalah di kemudian hari," papar Agung.
ICMI juga menolak pasal-pasal dalam RUU Kesehatan yang memasukkan tembakau ke dalam kategori narkotika dan psikotropika. Hal ini dinilai tidak tepat karena tembakau bukan narkotika dan psikotropika.
Penggolongan tembakau ke dalam kategori ini akan memengaruhi upaya kesehatan dan juga berimplikasi luas dalam berbagai bidang termasuk Industri hasil tembakau (IHT). IHT memiliki sektor turunan yang cukup banyak, mulai dari pedagang asongan hingga petani.
IHT bukan hanya rokok tetapi beragam mulai dari obat, kosmetika, penyedap rasa, dan lain sebagainya. Menurut data, sebanyak 6,1 juta petani tembakau di Indonesia bergantung pada sektor pertembakauan dan nantinya dapat terancam dengan digulirkannya regulasi ini.
ICMI juga menilai RUU Kesehatan yang saat ini sedang menjadi polemik belum memperhatikan kepentingan masyarakat secara utuh. ICMI Pusat mengimbau pemerintah dan DPR membuka diri berdialog dengan seluruh elemen masyarakat dalam pembahasannya mengingat RUU ini akan berdampak pada seluruh masyarakat..
Baca juga: RUU Kesehatan Diyakini Tidak Mewujudkan Harmonisasi Peraturan |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id