Bubble burst adalah fase pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan naiknya nilai pasar dengan cepat, namun diikuti dengan penurunan nilai yang cepat juga. Hadi menyebut PHK yang dilakukan banyak startup sangat berdampak pada sektor ketenagakerjaan.
Hadi memaparkan Undang-Undang Cipta Kerja sudah mengatur hal-hal mengenai PHK terhadap pekerja. Dia menegaskan PHK tidak boleh sewenang-wenang.
“Untuk menghindari PHK massal, dalam hal perusahaan masih baru dan uji coba terhadap produknya, maka boleh melakukan PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) atau yang biasa disebut dengan kerja kontrak. Sehingga, ketika produknya gagal, maka PKWT tersebut dapat berakhir,” kata Hadi dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 20 Juni 2022.
Hadi menjelaskan PHK dapat dilakukan perusahaan terhadap pekerjanya bila terjadi efisiensi karena merugi. Namun, harus dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang telah diubah dengan Undang-Undang Cipta Kerja.
Hadi menegaskan perusahaan wajib memberikan pesangon kepada pekerja yang terkena PHK sebesar 0,5 dari ketentuan Pasal 156 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Hadi menyebut PHK massal kerap dilakukan startup agar perusahaan bisa tetap eksis dan mendapatkan laba.
“Namun, pekerja yang terkena PHK harus mendapatkan pesangon atau kompensasi. Kalau itu pekerja tetap, maka wajib mendapat pesangon. Kalau itu pekerja kontrak, maka wajib mendapat kompensasi,” tegas dia.
Hadi menuturkan banyak faktor yang menyebabkan PHK massal selain karena ingin menyelamatkan bisnis dan mengembalikan dana investor. PHK bisa terjadi lantaran perusahaan salah strategi.
Sehingga, terjadi penurunan kinerja, kompetensi sumber daya manusia yang tidak maksimal, serta tren banyaknya startup yang baru berdiri. Hal itu menyebabkan startup-startup tidak mampu bersaing.
Hadi menyebut startup boleh melakukan PHK terhadap karyawan selama mematuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja Bab Ketenagakerjaan. Dia menuturkan perusahaan startup yang merugi karena kalah bersaing dengan perusahaan lain atau karena gagal menjual produk baru dapat dibenarkan melakukan PHK dengan alasan efisiensi karena merugi.
“Namun, pekerja yang terkena PHK tetap harus mendapatkan hak pesangon atau hak kompensasi dari perusahaan. Perusahaan tidak dapat berdalih bahwa karena perusahaan merugi atau karena kompetensi sumber daya karyawan yang rendah maka perusahaan tidak bisa membayar pesangon atau kompensasi. Tetap harus dibayarkan,” tutur Hadi.
Baca: Ini Perbedaan Status Kontrak PKWT dan PKWTT, Pencari Kerja Wajib Tahu!
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News