Kongres itu digelar di tiga tempat berbeda, yakni pada 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond dan pada 28 Oktober 1928 di Gedung Oost-Java Bioscoop dan Gedung Indonesische Clubhuis Kramat.
Gedung Indonesische Clubhuis Kramat menjadi tempat terakhir kongres. Sekaligus tempat pemuda mengucapkan Sumpah Pemuda.
Gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat itu kini menjadi Museum Sumpah Pemuda. Sebelumnya, gedung difungsikan untuk sejumlah hal.
Berikut sejarah gedung Sumpah Pemuda dikutip dari laman Museum Sumpah Pemuda:
Commensalen Huis, 1908
Menurut catatan, Museum Sumpah Pemuda pada awalnya adalah rumah tinggal milik Sie Kong Lian. Gedung didirikan pada permulaan abad ke-20.Sejak 1908, Gedung Kramat disewa pelajar Stovia (School tot Opleiding van Inlandsche Artsen) dan RS (Rechtsschool) sebagai tempat tinggal dan belajar. Saat itu, dikenal dengan nama Commensalen Huis.
Mahasiswa yang pernah tinggal adalah Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.
Indonesische Clubhuis/Clubgebouw, 1927
Sejak 1927, Gedung Kramat 106 digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk kegiatan pergerakan. Bung Karno dan tokoh-tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106 untuk membicarakan format perjuangan dengan penghuni Gedung Kramat 106.Di gedung ini pernah diselenggarakan kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, PPPI. Gedung ini juga menjadi sekretariat PPPI dan sekretariat majalah Indonesia Raja yang dikeluarkan PPPI.
Mengingat digunakan berbagai organisasi, sejak 1927, Gedung Kramat 106 yang semula bernama Langen Siswo diberi nama Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw (gedung pertemuan).
Gedung Sumpah Pemuda, 1928
Pada 15 Agustus 1928, di gedung ini diputuskan akan diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua pada Oktober 1928. Ketua PPI saat itu Soegondo Djojopuspito terpilih sebagai ketua kongres. Kongres Pemuda Pertama berhasil diselesaikan perbedaan-perbedaan sempit berdasarkan kedaerahan dan tercipta persatuan bangsa Indonesia.Kongres Pemuda Kedua diharapkan menghasilkan keputusan lebih maju. Di gedung ini memang dihasilkan keputusan lebih maju, yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda.
Rumah tinggal, 1934-1937
Setelah peristiwa Sumpah Pemuda banyak penghuninya yang meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw karena sudah lulus belajar. Setelah pelajar tidak melanjutkan sewa pada 1934, gedung kemudian disewakan kepada Pang Tjem Jam pada 1934–1937. Pang Tjem Jam menggunakan gedung itu sebagai rumah tinggal.Toko bunga, 1937-1948
Kemudian pada 1937–1951 gedung ini disewa Loh Jing Tjoe yang menggunakannya sebagai toko bunga (1937-1948).Hotel Hersia, 1948-1951
Dari 1948–1951 gedung berubah fungsi menjadi Hotel Hersia.Kantor Inspektorat Bea dan Cukai, 1951-1970
Pada 1951–1970, Gedung Kramat 106 disewa Inspektorat Bea dan Cukai untuk perkantoran dan penampungan karyawannya.Museum Sumpah Pemuda, 1973-Sekarang
Pada 3 April 1973, Gedung Kramat 106 dipugar Pemda DKI Jakarta. Pemugaran selesai pada 20 Mei 1973. Gedung Kramat 106 kemudian dijadikan museum dengan nama Gedung Sumpah Pemuda.Gedung Kramat Raya 106 dijadikan museum karena memiliki sederet perjalanan sejarah dan menjadi saksi dari proses panjang pembentukan semangat perjuangan bagi kemerdekaan Indonesia. Di tempat dilaksanaannya Kongres Pemuda Kedua ini, sendi-sendi dasar persatuan Indonesia didiskusikan, dirumuskan, untuk kemudian diikrarkan.
Baca juga: Mengintip Kongres Pemuda Kedua yang Hasilkan Sumpah Pemuda |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id