Ilustrasi kekerasan anak. Medcom.id
Ilustrasi kekerasan anak. Medcom.id

Pelaku Kekerasan pada Anak Paling Tinggi oleh Keluarga

Renatha Swasty • 28 Maret 2022 14:56
Jakarta: Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Zendy Wula Ayu Widhi Prameswari menyebut pemenuhan hak anak di Indonesia masih kurang. Bahkan, pelaku kekerasan pada anak paling tinggi dilakukan oleh keluarga dan kerabat.
 
“Keluarga dan pengasuhan alternatif memiliki jumlah kasus yang tertinggi sepanjang pengaduan KPAI dari 2011,” ungkap Zendy dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 28 Maret 2022.
 
KPAI mencatat pada 2011–2021, jumlah kasus pengaduan perlindungan anak meningkat setiap tahun. Kekerasan itu, tidak hanya dalam bentuk fisik, namun juga psikis, seperti membentak atau mengabaikan anak.

“Kekerasan dapat membekas di batin sang anak yang akan memengaruhi perkembangannya,” ujar dia.
 
Zendy menuturkan beberapa penyebab kekerasan anak dipengaruhi teknologi dan informasi, permitivitas lingkungan sosial-budaya, lemahnya kualitas pengasuhan anak, kemiskinan dan pengangguran, serta kondisi tempat tinggal yang tidak ramah pada anak. Dosen yang juga alumni Fakultas Hukum Unair itu memaparkan realita mengenai kurangnya perlindungan kasus kekerasan pada anak Indonesia.
 
Salah satunya, budaya double victimization. Budaya ini ialah saat korban melapor kepada pihak berwenang namun ditanggapi dengan sanggahan seperti ‘pantas saja dihukum, anaknya nakal toh’.
 
Zendy mengatakan budaya itu menyebabkan banyak anak enggan melaporkan kasus kekerasan. Hal lainnya, kata Zendy, kebiasaan pola pikir masyarakat Indonesia yang menilai anak nakal harus dihukum, hingga kekerasan pada anak suatu hal biasa.
 
Padahal, anak-anak harus mendapat perlindungan tidak lebih sedikit dari perlindungan yang didapatkan oleh orang dewasa. Serta elum adanya tindakan tegas dari negara terhadap kasus kekerasan pada anak.
 
“Mengenai status produk hukum ratifikasi CRC, kalau Anda masih ingat tadi statusnya adalah keputusan presiden di tahun yang sudah lama sekali. Padahal dalam perkembangannya, produk hukum yang berkaitan dengan ratifikasi instrumen HAM itu seharusnya dalam bentuk undang-undang,” tutur dia.
 
Zendy menyebut langkah yang dapat dilakukan ialah menekankan pada tindakan preventif untuk mencegah kekerasan pada anak dengan memberi edukasi kepada orang tua. Berdasarkan data internasional Turki, tindakan itu terbukti efektif berhasil menurunkan tingkat kekerasan pada anak hingga 73 persen dalam jangka waktu dua tahun. Pemerintah juga wajib memberikan perlindungan hak anak.
 
Baca: Kemen PPPA: Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Harus Terstruktur
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan