Pelayanan itu tidak hanya saat seleksi, tapi juga setelah mereka tiba di Mesir. "Permasalahan perlindungan, pembinaan dan kehadiran Pemerintah ini, tidak terbatas pada masalah seleksi (pre departure), tetapi juga pada saat mereka tiba di Mesir (Post departure)," kata Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini, Senin, 17 Mei 2021.
Bambang mencontohkan, masalah pengurusan izin tinggal (iqamah). Menurutnya, selain prosesnya juga memakan waktu lama, kuota mingguannya juga terbatas.
Layanan imigrasi bagi mahasiswa Indonesia di Mesir hanya berkisar 150-250 setiap minggu, atau 600-1.000 orang setiap bulan, baik untuk mahasiswa baru maupun lama. Padahal, saat mereka datang ke Mesir, visa pelajar yang diterima dari Kedutaan Mesir di Jakarta hanya untuk masa tiga bulan.
Baca juga: Rektor UIN Jakarta Setuju Pembatasan Calon Mahasiswa Baru ke Timur Tengah
Jadi setelah datang ke Mesir, mereka harus mengurus visa pelajar lagi untuk masa satu tahun dan ini bisa diperpanjang. "Karena keterbatasan layanan imigrasi Mesir tersebut, jika kuota tidak dibatasi, setiap tahun akan ada calon mahasiswa yang habis visa tiga bulannya dan belum memiliki izin tinggal (over stay) atau visa pelajar untuk masa satu tahun," ujarnya.
Saat ini jumlah mahasiswa Indonesia di Mesir sudah lebih dari 10.000 orang dan jumlah ini merupakan jumlah terbesar di kawasan.
"Ketika ada razia, mereka yang belum memiliki izin tinggal, bisa ditangkap dan berurusan dengan otoritas setempat. Mereka bisa dideportasi. Tentu kita tidak menginginkan kondisi ini terjadi terus menerus dan perlu ada solusi," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News