“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye di saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya," ujar Heru dalam keterangan tertulis, Senin, 21 Agustus 2023.
Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, menyebut selama ini tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Sehingga, dilarang menggunakan fasilitas pendidikan dan fasilitas pemerintah untuk tempat kampanye saat pemilihan umum (pemilu).
FSGI mempertanyakan kampanye di fasilitas pendidikan, seperti sekolah TK, SD, dan SMP diperbolehkan. Seharusnya tidak boleh karena siswa TK hingga SMP belum termasuk usia memilih atau belum memiliki hak pilih. Bahkan, di SMA dan SMK hanya Sebagian peserta didik yang sudah memiliki hak pilih karena sudah berumur 17 tahun.
"Mereka adalah pemilih pemula, yang jumlahnya cukup besar dan menjadi target banyak caleg, cabup/cawalkot, cagub dan capres," tulis FSGI.
FSGI menekankan tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah seharusnya menjadi ruang netral untuk kepentingan publik. Tempat-tempat tersebut tidak semestinya dipakai untuk kepentingan elektoral tertentu.
"Larangan penggunaan ketiga jenis sarana tersebut harus bersifat mutlak tanpa syarat<' tulis FSGI.
Apabila MK berdalil tempat ibadah tidak layak digunakan untuk kepentingan kampanye tanpa syarat karena menjadi salah satu upaya untuk mengarahkan masyarakat menuju kondisi kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai ketuhanan berdasarkan Pancasila, begitu pun seharusnya dengan tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah.
Tempat pendidikan memang boleh menjadi tempat untuk mempelajari ilmu politik. Namun, tidak untuk kepentingan politik elektoral tertentu.
Fasilitas pemerintah boleh digunakan untuk pencerdasan politik bangsa, tetapi tidak untuk kepentingan elektoral tertentu. Adapun mengenai persyaratan "tanpa atribut" dalam berkampanye di kampus, tidak menghilangkan relasi kuasa dan uang. S
ebab, dua hal itu bisa saja disalahgunakan oleh institusi pendidikan untuk mengomersialkan panggung politik di dalam tempat pendidikan.
“Kondisi tersebut jelas berbahaya bagi netralitas lembaga pendidikan ke depannya. Apalagi jika yang berkampanye adalah kepala daerah setempat, relasi kuasa ada dan bahkan bisa menggunakan fasilitas sekolah tanpa mengeluarkan biaya. Jika menggunakan aula yang berpendingin udara, maka beban listrik menjadi beban sekolah”, tegas Retno.
FSGI mendorong peran Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat dan Daerah mengawasi pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan. Terutama, sekolah negeri yang tak mungkin menolak perintah kepala daerah inkuben melalui Kepala Dinas Pendidikan setempat untuk menggunakan Lembaga Pendidikan.
Bahkan, sekolah sekolah negeri di jenjang SMA/SMK yang memiliki pemilih pemula berpotensi menjadi target kampanye di tempatnya bersekolah saat kampanye dilangsungkan di sekolahnya.
FSGI juga mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan merevisi peraturan kampanye pasca keputusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 untuk mendetailkan aturan kampanye di Lembaga Pendidikan. Seperti misalnya diperbolehkan di jenjang Pendidikan yang mana.
Apakah hanya boleh di jenjang SMA/SMK yang peserta didiknya ada yang sudah memiliki hak pilih, waktu penggunaan misalnya di haris sabtu/minggu di saat aktivitas pembelajaran sedang tidak ada sehingga tidak mengganggu, dan lainnya.
FSGI mendorong pemerintah menjamin keamanan warga sekolah oleh penegak hukum, ketika kampanye di lembaga pendidikan dengan batasan persyaratan jaminan ketat oleh pihak berwenang.
Saat kegiatan kampanye di sekolah, penegak hukum wajib mengamankan peserta didik per sekolah SMA, SMK sebanyak 200-350 orang. Jumlah peserta didik pemilih pemula yang sebanyak ini tidak akan menyulitkan Polsek, Polres, dan Koramil dalam penjagaan keamanan.
“Apabila pemerintah dapat menjamin ada manfaat pendidikan politik yang lebih besar kepada pemilih pemula dan risiko kerugian dapat diperkecil dengan adanya jaminan keamanan oleh penegak hukum,maka silahkan adakan kampanye di sekolah dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang," kata Ketua Tim Kajian Hukum FSGI, Guntur Ismail.
Baca juga: Pelibatan Anak dalam Kampanye Disebut Memperburuk Psikologis |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News