Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono. (Foto: Metro TV)
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono. (Foto: Metro TV)

Pendidikan Antikorupsi Tak Cukup Hanya Teori

18 Desember 2018 15:53
Jakarta: Pendidikan antikorupsi diwacanakan untuk dilekatkan pada mata pelajaran di sekolah dan mata kuliah khusus di perguruan tinggi. Hal ini menjadi salah satu upaya pemerintah mencegah korupsi. 
 
Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono mengatakan kesepakatan pelekatan pendidikan antikorupsi di institusi pendidikan telah diteken oleh empat kementerian. Bersama KPK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama sepakat memasukkan pendidikan antikorupsi di semua jenjang pendidikan.
 
"Bukan berarti harus membuat mata pelajaran baru tentang korupsi tapi ini diinsersikan di mata pelajaran yang sudah ada. Misalnya di pelajaran PPKN, agama, atau kewarganegaraan sementara di perguruan tinggi ada mata kuliah wajib umum (MKWU), " ujarnya melalui sambungan satelit dalam Selamat Pagi Indonesia Metro TV, Selasa, 18 Desember 2018.

Giri menjamin pendidikan antikorupsi tidak akan membebani mata pelajaran di sekolah maupun perguruan tinggi. Selain teori, pendidikan antikorupsi akan diimplementasikan pada praktik kehidupan sehari-hari.
 
"Termasuk praktik motorik seperti mendorong sekolah membuat kantin kejujuran, mengadakan pemilihan pelajar terpuji sampai memberikan penghargaan kepada siswa yang menjalankan nilai antikorupsi. Di perguruan tinggi kita mendorong kuliah kerja nyata (KKN) antikorupsi," ungkapnya.
 
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya pencegahan korupsi. Hanya saja upaya tersebut telah terimplementasi pada kurikulum 2013 yang memuat bab khusus tentang antikorupsi. Bahkan pembelajarannya dapat ditemukan mulai dari sekolah dasar (SD) sampai sekolah menengah atas (SMA).
 
Pun dengan dorongan memberikan penghargaan pada mereka yang terlibat dalam antikorupsi termasuk mendorong dibentuknya kantin kejujuran sudah lebih dulu dilakukan. Sayangnya hal itu tak cukup berhasil.
 
"Sebenarnya ketika saya jadi guru nyaris hampir di seluruh sekolah (di DKI Jakarta) sudah ada kantin kejujuran tapi bangkrut. Memang sulit dalam praktiknya tapi menurut saya lebih tepat diimplementasikan dengan bagaimana sekolah membangun transparansi," katanya.
 
Retno mengatakan membangun transparansi sangat mungkin dilakukan oleh sekolah. Pengalaman dia selama menjadi kepala sekolah di salah satu SMA di Jakarta, transparansi pengelolaan keuangan sekolah yang dipublikasi setiap tiga bulan sekali melalui website menjadi pelajaran yang bisa dicontoh dengan mudah oleh anak-anak termasuk orang tua.
 
"Jadi pendidikan antikorupsi itu sudah cukup karena di (mata pelajaran) sosilologi sudah ada tapi yang lebih penting adalah anak melihat model. Misalnya perilaku orang dewasa di lingkungannya itu lebih efektif dibanding menjejali anak sekadar teori," pungkasnya.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MEL)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan