Ia pun menegaskan, bahasa gaul maupun bahasa pisuhan (makian) dalam bahasa Jawa misalnya, tidak serta merta dianggap kasar. Sehingga dengan mudah seseorang dipidanakan karena telah berucap kasar dengang menggunakan bahasa gaul, seperti anjay yang kekinian tengah ramai diperbincangkan.
“Sebenarnya, ya tidak bisa serta merta seperti itu. Kalau pengguna semua kata yang dianggap kasar untuk mengungkapkan emosi marah memang bisa langsung dipidanakan,” ungkap Obing kepada Medcom.id, Selasa, 1 September 2020.
Menurutnya, jika sampai itu terjadi, lebih baik semua kata-kata dalam kamus bahasa Indonesia yang maknanya mengandung unsur semantis emosi marah dihapus. “Nah, apalagi jika serta-merta ada upaya memidanakan penggunaan bahasa slang atau gaul. Itu sangat tidak mungkin terjadi,” tuturnya.
Baca juga: Polemik 'Anjay', Banyak Kata Baku yang Diserap dari Bahasa Gaul
Terkait emosi marah dalam bentuk verbal ia menuturkan bahwa untuk mengekspresikan kemarahan, ada kebudayaan yang menggunakan bagian anggota tubuh. Misalnya dalam bahasa Jawa ada ndhasmu (kepalamu), matamu (matamu), lalu dalam kebudayaan lain, ungkapan kemarahan bisa menggunakan nama-nama binatang untuk mengata-ngatai orang lain.
“Misalnya dengan kata anjing dan variannya “anjrit, anjir, dan yang terbaru anjay,” tuturnya.
Ia pun menjelaskan, penggunaan bahasa gaul ini baru bisa dipidanakan ketika konteksnya memenuhi unsur pasal pidana. Misalnya untuk menindas, merundung, merisak, mengintimidasi, yang melibatkan ketidakseimbangan sosial, psikologis, dan bahkan disertai tindakan fisik.
“Hal itu dapat menyakiti fisik seseorang dan mental seseorang. Intimidasi, termasuk perundungan (bullying), bisa dilakukan secara fisik, verbal, sosial, dan siber (cyber) melalui perangkat digital media sosial, pesan instan, teks, situs web, dan platform daring (online) lainnya,” terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id