Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Pemanfaatan Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS) Dalam Pengembangan Pertanian Presisi Di Era Revolusi Industri 4,0, Yusuf memaparkan tentang sistem pertanian modern dengan menerapkan kecerdasan buatan. Sehingga, bisa bermanfaat untuk mengontrol sistem pertanian menjadi presisi atau akurat.
IBIS merupakan pengukuran objek hayati, khususnya objek pertanian yang dinamakan Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS). IBIS merupakan sebuah metode pengukuran objek hayati melalui analisis gambar digital yang didapatkan dari kamera digital.
Analisis gambar digital ini menggunakan perangkat lunak berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence). Yusu menjelaskan keunggulan dari IBIS ialah metode pengukuran tidak merusak obyek pertanian yang diamati, akurat, mudah digunakan, serta dapat dimanfaatkan dalam sistem kontrol pertanian supaya lebih efektif.
“Selain itu, alat pengukuran yang lebih murah dan prosedur pengukuran yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode pengukuran konvensional,” ujar dia.
Pengembangan IBIS telah dimulai sejak 2008 yang dimulai dengan penelitian-penelitian yang berfokus pada analisis citra digital untuk produk pertanian dengan menggunakan kamera digital sederhana seperti web camera. Dari sebuah gambar digital, dapat diambil banyak sekali informasi yang bisa digunakan untuk mengkarakterisasi suatu objek hayati khususnya objek pertanian.
Metode pertama yang dikembangkan adalah analisa gambar digital menggunakan warna, morfologi / bentuk, dan tekstur permukaan objek. Parameter warna, bentuk, dan tesktur permukaan ini dapat digunakan untuk menjadi alat ukur karakteristik fisik maupun kimia dari objek pertanian. Metode pengukuran menggunakan kamera digital ini dinamakan sebagai metode computer vision.
Tahap berikutnya, Yusuf mengembangkan kecerdasan buatan untuk memodelkan karakteristik objek pertanian. Hasilnya menunjukkan kecerdasan buatan dapat meningkatkan akurasi pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan computer vision.
Metode kombinasi antara kecerdasan buatan dan computer vision ini kemudian diuji coba untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan karakterisasi dan identifikasi tanaman yang dibudidayakan pada sistem tertutup (plant factory). Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi respons tanaman di dalam plant factory terhadap perubahan faktor-faktor lingkungan, seperti suhu, kelembaban, air, nutrisi, cahaya, CO2, dan lain-lain.
Pada 2012 hingga 2019, penelitian-penelitian Yusuf Hendrawan mengarah pada pemanfaatan kecerdasan buatan berbasis computer vision untuk mengembangkan metode IBIS. Selain dimanfaatkan untuk proses pra-panen, pemanfaatan IBIS sudah mulai dikembangkan untuk pengukuran kualitas produk-produk pasca-panen.
Penggunaan metode jaringan syaraf tiruan sebagai salah satu metode pemodelan kecerdasan buatan telah digunakan untuk memodelkan berbagai karakteristik objek hayati khususnya produk pertanian. Metode jaringan syaraf tiruan adalah suatu metode pemodelan yang dapat mempelajari karakteristik objek yang diamati mandiri dengan meniru prinsip kerja jaringan syaraf biologis.
Sejak 2020 hingga sekarang, Yusuf memanfaatkan metode IBIS untuk pengembangan pertanian presisi. Kemampuan IBIS untuk mengidentifikasi respons tanaman kemudian dimanfaatkan untuk membangun sistem komunikasi yang efektif dengan objek pertanian atau yang dinamakan sebagai metode Speaking Plant Approaches (SPA).
Yusuf menuturkan bila dapat berkomunikasi dengan tanaman, maka akan mengetahui kebutuhan hidup tanaman secara akurat. Dampaknya, tanaman dapat tumbuh lebih optimal dan dapat menghemat pemakaian energi, pupuk, dan bahan-bahan pertanian lainnya.
"Di bidang pasca-panen, IBIS telah dimanfaatkan untuk mengidentifkasi karakteristik mutu, fisik, dan kimia objek-objek pertanian sehingga kualitas produk-produk pertanian dapat ditingkatkan,” kata dia.
Di masa yang akan datang, Yusuf akan mengembangkan IBIS untuk teknologi plant factory. Plant factory adalah suatu sistem budidaya pertanian tertutp di mana semua faktor lingkungan (suhu, kelembaban, intensitas cahaya, air, nutrisi, CO2, frekuensi suara, dan lain-lain) dapat dikontrol optimal.
Yusuf mengatakan di era revolusi industri 4,0, permintaan konsumen ketika akan membeli produk juga semakin detail dan semua permintaan konsumen tersebut harus bisa dipenuhi secara spesifik oleh produsen. Hal ini dinamakan customizable product.
Dia mengatakan di bidang pertanian, di masa yang akan datang, konsumen bisa dengan mudah menentukan karakteristik produk pertanian yang mereka inginkan secara spesifik dan detail. Mulai dari karakteristik fisik (ukuran, warna, tekstur, dan lain-lain) hingga karakteristik kimia (kandungan vitamin, protein, karbohidrat, antioksidan, dan lain-lain) harus dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen.
"Produk pertanian yang customizable dapat diproduksi melalui sistem budidaya pertanian tertutup dengan teknologi plant factory,“ kata dia.
Baca: Keren! Startup Universitas Brawijaya Masuk Forbes 30 under 30
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News