Masukan diberikan salah satunya oleh Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G). Tercatat, ada delapan poin masukan.
"Pertama, kami apresiasi keberadaan Pasal 78 ayat 2 karena ketentuan wajib belajar dibiayai pemerintah pusat dan daerah sampai tingkat menengah," kata Kabid Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri dalam keterangan tertulis, Jumat, 11 Maret 2022.
Kedua, P2G menilai banyak pasal-pasal tertukar antara hak warga negara dan kewajiban negara. Misal, pada Pasal 12 terkait ketentuan masyarakat wajib.
"Harusnya masyarakat "berhak" soal dukungan sumber daya penyelenggaraam pendidikan," tutur Iman.
Ketiga, soal karier guru. Iman menyebut pada Pasal 124 hanya satu kalimat membahas guru bisa menjadi pemimpin dalam lembaga pendidikan. Padahal, kata dia, pasal ini harus mengatur tata kelola karier guru, sehingga mereka memiliki jenjang karier.
"Misal, guru PPPK kemarin, banyak yang dari segi keilmuan dan pengalaman cukup panjang. Tapi, ketika ikut rekruitmen PPPK, kariernya dari nol lagi? Nah ini tidak ada jenjang karier. Sama juga dengan guru swasta yang pindah ke sekolah lain, pasti kariernya dari nol lagi. Jadi, ia tidak memiliki karier yang melekat dalam dirinya," papar Iman.
P2G juga menilai perlu diatur agar tidak muncul persoalan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sekolah dan mapel umum di madrasah. Kedudukan mereka terpecah antara dua kementerian, hingga selalu terhambat meningkatkan jenjang karier.
Keempat, soal Standar Nasional Pendidikan (SNP). P2G menilai Pasal 87 soal landasan SNP tidak kuat. Draf RUU Sisdiknas bakal memangkas SNP dari delapan menjadi tiga.
"Pada saat kami baca naskah akademiknya, landasannya cuma satu riset oleh satu lembaga yang melakukan riset di tiga kabupaten. Padahal, Indonesia memiliki 500 lebih kabupaten. Nah apakah riset ini relevan dan kontekstual?" kata Iman.
Kelima, P2G juga melihat pembuat draf kurang paham terhadap evaluasi. Pasal 105 mengatur ketentuan lembaga mandiri boleh ikut melakukan evaluasi terhadap pelajar.
"Ini berpotensi melahirkan proyek-proyek rente. Mengapa? Karena sebetulnya, pelajar sudah diasesmen oleh guru dan sekolah. Apa fungsi evaluasi pelajar?" tutur Iman.
Dia menyebut evaluasi hanya bisa dilaksanakan efektif untuk tata kelola sistem pendidikan. Misalnya, evaluasi kurikulum dan kebijakan Kemdikbudristek.
"Nah, dalam hal ini lembaga mandiri boleh evaluasi. Kalau pelajar, tidak bisa," tutur dia.
Keenam, P2G mendorong naskah akademik RUU Sisdiknas dibuat lebih ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan. Dia mencontohkan penjelasan tentang kurikulum dalam naskah akademik RUU Sisdiknas justru yang dibahas hanya Kurikulum 2013. Artinya, kata dia, kurikulum baru wujud teoritiknya masih tidak jelas.
"Misal, istilah "kerangka kurikulum" berasal dari paper panelis di Afrika Tahun 2007. Jelas tidak kontekstual dan ketinggalan zaman. Selain itu kami menemukan kutipan Ki Hadjar (Ki Hadjar Dewantara) tapi tidak merujuk pada sumber primer (naskah akademik, 168-171). Mohon maaf, apakah selevel undang-undang yang menentukan nasib pendidikan nasional tidak mampu membangun argumen dengan mengutip langsung Ki Hadjar?" kata Iman heran.
P2G juga mendorong mata pelajaran Sejarah masuk dalam muatan wajib. Artinya, ada revisi pada Pasal 93.
"Mengenai seberapa penting Sejarah kami kira itu sudah jelas. Masa bahasa asing masuk muatan wajib, Sejarah tidak? Kan aneh?" kata Iman.
Ketujuh, P2G juga meminta Pasal 118 ditambahkan ayat upah minimum guru. Iman menegaskan masalah kesejahteraan guru butuh komitmen jelas di level undang-undang.
Kedelapan, P2G meminta ditambahkan bab atau pasal khusus membahas pendidikan masa selama bencana. Iman menuturkan belajar dari pandemi covid-19 dunia pendidikan perlu dipersiapkan untuk segala kondisi bahkan bencana.
"Jangan seperti sekarang, latah tanpa arah dan tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Minimalnya ada landasan selevel undang-undang yang mengatur itu semua," tegas Iman.
Baca: RUU Sisdiknas Disebut Bakal Mengatur 3 Sub Jalur Pendidikan
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News