Fenomena ini cukup meresahkan karena berpotensi menjadi sarana kecurangan akademik. Dekan Fisipol UGM Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas’udi, menilai fenomena ChatGPT merupakan konsekuensi dari perkembangan teknologi digital.
“Fenomena ini tampaknya cukup mengagetkan kita, tapi sudah bisa diprediksi sebelumnya. Adanya perkembangan kecerdasan buatan ini bukanlah hal baru, bahkan sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat modern. Sebagai fenomena dan konsekuensi teknologi digital, semestinya bisa kita antisipasi,” ucap Wawan dalam Sarasehan Fisipol UGM Polemik Chat GPT: Bagaimana Perguruan Tinggi Harus Bersikap dikutip dari laman ugm.ac.id, Rabu, 15 Februari 2023.
Dia menjelaskan kemunculan ChatGPT yang dapat digunakan secara umum ini perlu ditindaklanjuti dengan bijak. Sebab, tidak menutup kemungkinan perkembangan teknologi akan terus muncul dengan berbagai dampak.
ChatGPT baru-baru ini viral karena kemampuan membuat susunan kalimat sekelas karya tulis dengan data valid. Cara penggunaannya cukup mudah hanya dengan mengetik pertanyaan di kolom chat, AI akan langsung memberikan jawaban beserta keterangan sumber.
ChatGPT diperkirakan bisa memiliki hak cipta sebagai penulis dalam beberapa karya tulis resmi di masa depan. Wawan mengatakan perlu inovasi mengenai copyright atau authorship supaya bisa menempatkan teknologi ini dengan baik.
“Salah satu hal yang juga menjadi concern biasanya adalah AI ini akan menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia. Kita akan kehilangan pekerjaan dan akan ada robot dan sistem yang menggantikan,” tutur peneliti CfDS, Treviliana Putri.
Dia mengatakan kondisi ini mendesak manusia untuk meningkatkan kemampuannya setara atau bahkan di atas teknologi hanya untuk mempertahankan eksistensi.
Dosen Manajemen Kebijakan Publik UGM, Agustina Kustulasari, menuturkan AI ChatGPT tetap memiliki pola dalam menyusun kalimat. Dia mengungkapkan pernah mencoba dengan bertanya 'apakah bisa membuat esai?'.
“Ia tidak menjawabnya dengan memberikan esai, tapi memberikan overview dan argumen yang bisa menjadi dasar bagi esai. Begitupun dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya, menurut saya jawaban yang dia berikan itu sangat umum yang kebanyakan orang akan berpikir seperti itu,” tutur Agustina.
Dia mengatakan keberadaan AI memang ditujukan untuk mempermudah berbagai kegiatan manusia sehingga tidak seharusnya AI diposisikan sebagai pengganti manusia. Sistem akan terus berkembang dan tetap memiliki batasan, sedangkan manusia bisa berkembang tanpa batasan dan akan terus mengembangkan teknologi.
Baca juga: Pemerintah AS Siap Awasi Fenomena Anyar Chat GPT |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News