Untuk itu, menurut Satriwan, sekolah harusnya menyusun kegiatan yang menggembirakan dan aman bagi siswa. Tidak perlu memaksakan pada kegiatan yang berisiko tinggi.
“Sekolah, guru, punya otonomi penuh yang kegiatannya gembira, aman, nyaman tanpa harus ke sungai-sungai, itu sekolah yang memutuskan,” kata Satriwan kepada Medcom.id, Jakarta, Senin, 24 Februari 2020.
Satriwan menyampaikan, insiden yang dialami oleh siswa SMPN 1 Turi harus menjadi pelajaran agar sekolah lebih baik lagi dalam mengelola sebuah kegiatan. Terutama kegiatan di luar sekolah.
Baca juga: FSGI: Kegiatan di Luar Sekolah Harus Diketahui Kepsek
Berkaca dari insiden tersebut, kepala sekolah juga harus ikut mengontrol kegiatan yang dilakukan, begitu juga dengan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan. Tidak hanya sekadar menerima laporan.
“Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, jangan hanya terima laporan aja, wakepsek juga, pendidikan efektif tidak hanya berucap, tapi turun langsung, ada kegiatan berisiko tinggi, kepala sekolah harus ikut serta bahkan bisa memberhentikan kegiatan sekolah jika memang membahayakan,” tegasnya.
Guru pun diharapkan profesional dalam mengelola kegiatan. Sehingga bisa terwujud aktivitas belajar di luar kelas yang aman dan menggembirakan. “Guru-guru mestinya profesional, karena sudah mengakar, jadi harus tahu pola kegiatan,” jelasnya.
Sebelumnya, sebanyak 10 dari 257 siswa SMPN 1 Turi Sleman meninggal dunia terbawa arus sungai ketika melakukan kegiatan Pramuka, yaitu susur sungai di kali Sempor. Pihak kepolisian telah menetapkan IYA, pembina Pramuka sekaligus guru SMPN 1 Turi sebagai tersangka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News