Ilustrasi perkawinan anak. MI/Rommy Pujianto
Ilustrasi perkawinan anak. MI/Rommy Pujianto

Perkawinan Anak di Ponorogo Melonjak, Dosen Unair Beberkan Dampak hingga Pencegahannya

Renatha Swasty • 16 Januari 2023 18:44
Jakarta: Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mencatat pada 2022 terdapat 198 permohonan pengajuan dispensasi kawin usia anak karena hamil di luar nikah. Dosen bidang kependudukan dan kesehatan reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Lutfi Agus Salim menyebut saat ini angka perkawinan anak di Indonesia masih tergolong tinggi.
 
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menyebut 1 dari 9 perempuan berusia 20-24 tahun melangsungkan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun, yaitu sebesar 1,2 juta jiwa.
 
“Jika dilihat berdasarkan angka absolut kejadian perkawinan usia anaknya, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah adalah tiga provinsi yang paling tinggi,” kata Lutfi yang juga Ketua Koalisi Kependudukan Provinsi Jawa Timur dikutip dari laman unair.ac.id, Senin, 16 Januari 2023.

Lutfi menjelaskan perkawinan anak disebabkan empat faktor utama, yaitu pendidikan, pemahaman agama yang sempit, ekonomi, dan sosial budaya. Dia menyebut kenaikan angka perkawinan anak di Ponorogo bisa saja disebabkan oleh pendidikan rendah.
 
Dia mengatakan remaja mencoba melakukan aktivitas seksual di masa berpacaran dengan pasangannya. Sehingga, mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan akhirnya terpaksa terjadi pernikahan anak.
 
Lutfi menyebut perkawinan anak cenderung berdampak pada pihak perempuan. Secara umum, dampak yang timbul antara lain pendidikan, ekonomi, psikologi, dan kesehatan.
 
Terlebih, bila melihat kasus di Ponorogo yang disebabkan kehamilan tidak diinginkan tentu akan berdampak pada segi kesehatan. “Menikah muda berisiko tidak siap melahirkan dan merawat anak, berisiko kelahiran prematur, anak yang dilahirkan stunting, dan bisa membahayakan keselamatan bayi dan ibunya sampai pada kematian. Perkawinan anak juga mempunyai potensi terjadinya kekerasan seksual dan gangguan kesehatan reproduksi,” jelas Lutfi.
 
Lutfi menyebut diperlukan penegakan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan terkait batasan usia minimum pernikahan yaitu 19 tahun dengan tindakan serius. Seperti penyediaan akses yang sama ke pendidikan dasar dan menengah yang berkualitas untuk anak perempuan dan laki-laki terutama dalam membahas edukasi seks sejak dini.
 
“Pemberdayaan anak perempuan secara komprehensif melalui sumber daya pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Termasuk dengan memungkinkan penyediaan informasi dan layanan kesehatan seksual dan reproduksi,” jelas Lutfi.
 
Baca juga: Menteri PPPA: Perkawinan Anak Picu Tingginya Angka Putus Sekolah

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan