Kepala Pustral UGM, Ikaputra, menyebut pengembangan taksi terbang di Indonesia tidak hanya berfokus pada aspek teknologi. Tetapi juga pada persiapan regulasi dan infrastruktur yang mendukung.
Dia menilai kolaborasi dengan perusahaan luar negeri, seperti Volocopter, menjadi langkah penting dalam memastikan implementasi teknologi ini sesuai dengan standar internasional. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan pengoperasian taksi terbang dapat diakses secara inklusif oleh masyarakat luas, bukan hanya kalangan tertentu.
“Pengembangan taksi terbang ini nantinya dipastikan akan menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah penyediaan landasan vertikal (vertiport) di kawasan urban yang padat," ujar Ikaputra saat webinar bertajuk Langit Sebagai Jalan Raya Baru: Taksi Terbang dan Pengembangannya di Indonesia dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 13 Desember 2024.
Belum lagi menyangkut tingkat penerimaan masyarakat terhadap teknologi baru ini juga memerlukan sosialisasi yang masif. Menurutnya, diperlukan regulasi terkait keamanan penerbangan yang terintegrasi dengan sistem transportasi yang sudah ada.
“Ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Dengan berbagai potensi dan tantangan yang ada, taksi terbang diyakini akan mampu merevolusi sistem transportasi di Indonesia," tutur dia.
Teknologi ini juga dinilai akan mampu membuka akses ke daerah-daerah yang sebelumnya sulit dijangkau. Keberhasilannya akan sangat bergantung pada kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dalam mendukung pengembangannya.
“Karenanya tema webinar kali ini sangat relevan dengan tantangan dalam transformasi transportasi modern. Taksi terbang tidak hanya menawarkan solusi kemacetan di kota-kota besar, tetapi juga membuka peluang besar untuk transportasi yang efisien, ramah lingkungan, dan mendukung pengembangan wilayah terpencil, termasuk Ibu Kota Nusantara (IKN)," ujar dia.
Baca juga: Otorita IKN Test Drive Taksi Terbang Pertama di Indonesia |
Dosen Departemen Teknik Mesin dan Teknik Industri, Fakultas Teknik UGM, Gesang Nugroho, menyatakan keberadaan passenger drone sebagai taksi terbang diperlukan karena beberapa alasan. Selain tingginya kepadatan jalan akibat tingginya kepemilikan kendaraan bermotor, banyaknya wilayah terpencil yang sulit diakses oleh alat transportasi eksisting. Belum lagi kebutuhan untuk penanganan darurat seperti ambulans yang sering terjebak kemacetan.
“Drone Penumpang adalah kendaraan terbang otonom yang dirancang untuk mengangkut penumpang, sementara AAV (Autonomous Aerial Vehicle) merujuk pada kendaraan udara yang sepenuhnya otonom, tidak memerlukan pengemudi, dan dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk mengangkut penumpang, pengiriman barang, serta pemantauan udara," papar dia.
Gesang menyebut kemajuan teknologi dan meningkatnya kemacetan di kota-kota besar, drone penumpang atau AAV dapat menjadi solusi transportasi masa depan yang efisien dan ramah lingkungan. Sayangnya, pengoperasian AAV untuk pengangkutan penumpang di Indonesia belum diatur secara khusus.
Regulasi terkait penerbangan otonom dan pengaturan ruang udara perkotaan nampaknya perlu dikembangkan agar AAV dapat beroperasi secara aman di Indonesia. “Perhatian juga perlu diberikan pada potensi ancaman terhadap sistem kontrol drone dan peretasan sistem otonom. Infrastruktur untuk tempat pendaratan AAV di kota besar masih sangat terbatas, dan biaya pengembangannya juga masih cukup tinggi," ujar dia.
Potensi pengembangan taksi udara cukup menjanjikan di masa mendatang. Dari sisi transportasi, taksi udara dapat berperan dalam pengurangan kemacetan, transportasi ramah lingkungan, khususnya yang berbasis listrik, serta penyediaan transportasi cepat dan nyaman.
“Tentunya akan menumbuhkan potensi ekonomi, seperti pengembangan industri baru dalam teknologi, infrastruktur udara, serta pekerjaan terkait, seperti teknisi drone, pengembang perangkat lunak, dan lainnya," ujar Gesang Nugroho. Taksi udara inipun dinilai dapat berperan dalam peningkatan pariwisata serta menjadi sarana transportasi untuk daerah terpencil.
Inspektur Navigasi Penerbangan, Direktorat Navigasi Penerbangan, Kementerian Perhubungan, M. Rizal Lubis, menyampaikan perkembangan Advanced Air Mobility (AAM) dan Urban Air Mobility (UAM) di Indonesia semakin penting. Hal itu seiring dengan meningkatnya penggunaan kendaraan udara tanpa awak (UAV) di lingkungan perkotaan.
AAM merujuk pada penggunaan UAV untuk berbagai aplikasi, sedangkan UAM khusus untuk operasional di area perkotaan. Dia mengatakan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) sedang menyusun regulasi yang sesuai dengan kemajuan teknologi ini, termasuk pedoman operasional dan standar keselamatan untuk memastikan integrasi UAV dalam sistem penerbangan nasional.
DJPU fokus pada beberapa aspek kunci untuk mendukung pengembangan AAM. Seperti kerangka regulasi, manajemen keselamatan, dan pengembangan infrastruktur.
“Salah satu inisiatif yang diusulkan adalah pembentukan lingkungan uji coba (sandbox) untuk proyek percontohan yang dapat menguji teknologi baru," ucap dia.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (DJPU juga berupaya menjalin kerja sama dengan kelompok kerja internasional untuk menyelaraskan standar dan praktik dalam pengoperasian UAV. Sehingga Indonesia dapat memanfaatkan potensi AAM secara efektif sambil menjaga keselamatan dan integritas operasional di ruang udara.
Sejak Agustus 2024, telah dilakukan berbagai kegiatan untuk pengembangan taksi terbang. Antara lain identifikasi dan seleksi lokasi pilot project pada 26 Agustus 2024, focus group discussion dengan stakeholder 30 Agustus 2024, survei lokasi pilot project oleh tim 7 September 2024, penyusunan peraturan untuk pembentukan sandbox 26 September 2024), public hearing & kunjungan proyek percontohan 25 Oktober 2024, dan berbagai kegiatan lain yang masih akan terus dikembangkan di masa mendatang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News