"Penyederhanaan kurikulum kira-kira menjawab atau tidak tujuan pendidikan nasional," ujar Ferdiansyah dalam webinar bertajuk 'badai penyederhanaan kurikulum' yang digelar Hipper 4.0, Kamis, 1 Oktober 2020.
Sejak 1947, kata dia, Indonesia telah menggunakan 10 kurikulum yang berbeda. Apabila rencana penyederhanaan kurikulum ini sama seperti membuat kurikulum baru, maka ini akan menjadi yang kesebelas. Artinya, setiap sekitar enam tahun terjadi perubahan kurikulum.
"Kami bukan alergi perubahan kurikulum, tapi juga harus dilihat jangan sampai ini merugikan masyarakat," ujar politikus Golkar itu.
Menurut dia, kurikulum memang masih jauh dari harapan. Artinya, tidak dilakukan evaluasi dan kajian mendalam terhdap setiap perubahan atau pergantian kurikulum.
Ia menambahkan, penyederhanaan kurikulum ini bagian dari kebijakan publik. Makanya, setiap kebijakan pulik terkait pendidikan ini harus melewati kajian mulai dari tenaga pendidik hingga sarana dan prasarana pendidikan.
"Mudah-mudahan apa yang dilakukan Kemendikbud ini memang benar-benar aktivitas intelektual," ujarnya.
Baca: Kemendikbud Dinilai Perlu Jelaskan Alasan Dasar Penyederhanaan Kurikulum
Ia menegaskan, penyederhanaan kurikulum ini bisa menjadi 'badai' apabila tidak dilakukan melalui aktivitas intelektual. Terlebih, bila penyusunannya tak mendasarkan fakta-fakta di lapangan
"Sudahkah kegiatan ini dilakukan secara intelektual dalam konteks melihat situasi dan kondisi. Unsur pelibatan pemangku kepentingan, jangan sampai yang tergabung dalam dunia pendidikan tidak dilibatkan," ungkapnya.
Kemendikbud diketahui sedang merancang penyederhanaan kurikulum. Draf rancangan bocor ke publik dan menuai polemik. Meski menuai polemik, Nadiem mengatakan penyederhanaan kurikulum ini ditargetkan diterapkan pada 2021, namun bukan berskala nasional. Penyederhanaan kurikulum akan diterapkan lebih dulu terhadap sekolah-sekolah penggerak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News