Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mego Pinandito menyebut sistem subak oleh masyarakat Bali dapat menjadi contoh optimalisasi sumber daya air. Hal ini diharapkan dapt diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia.
"Saya berharap daerah di Indonesia bahkan dunia bisa melihat pengelolaan sumber daya air berbasis masyarakat yang dilakukan di Bali dengan sistem subak," kata Mego secara daring, Rabu, 13 Maret 2024.
Dia menjelaskan sistem pengairan dengan subak berkembang dalam pengaruh nilai agama Hindu dan suatu kearifan lokal. Petani dapat hidup serasi dengan alam agar memperoleh hasil panen optimal.
Subak dijalankan sesuai dengan pola pertanian lanskap Bali, yang mana dibuat sawah berundak-undak. Masyarakat mengelola pengairan lahan pertanian sesuai kondisi kontur daerah.
Caranya, membuat terasering di lereng bukit dan menggali kanal untuk mengairi lahan. Sehingga, memungkinkan mereka untuk menanam padi.
“Sistem ini dapat diterapkan di daerah mana pun dengan penyesuaian kearifan lokal yang ada dan bisa diperkuat dengan pemanfaatan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kemampuan dan budaya masyarakatnya,” ujar Mego.
Dia yakin sistem subak ini memiliki dampak berkesinambungan dan akan memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air. Hal ini sekaligus dapat menjadi mitigasi dan adaptasi pencemaran aliran air.
"Yang paling penting adalah melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan air minum, domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya,” ujar Mego.
Baca juga: UNESCO Dukung Pengembangan Subak Bali oleh UMM |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News