Program Co-Ass umumnya berlangsung selama 2 tahun, di mana co-ass akan dihadapkan langsung dengan pasien dan menanganinya langsung. Seorang co-ass akan berpindah-pindah ke beberapa rumah sakit dan menjalani rotasi di setiap departemen. Tujuannya agar mahasiswa kedokteran bisa menimba pengalaman sebelum benar-benar menjadi seorang dokter.
Setelah rotasi dan lulus ujian co-ass, mahasiswa kedokteran akan mengikuti Ujian Kompetensi Pendidikan Profesi Dokter (UKMPPD). Setelah lulus, mahasiswa bisa ikut yudisium dan bisa melakukan sumpah dokter. Barulah mahasiswa kedokteran bisa menyandang status dokter.
Meski telah menyandang status dokter, tidak serta merta bisa membuka praktik. Dokter-dokter baru ini harus menjalankan internship di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) selama kurang lebih satu tahun dan akan dikirim ke rumah sakit atau puskesmas di seluruh Indonesia. Dokter baru bisa memilih wahana (rumah sakit/puskesmas) tempat internship, tetapi tidak semudah itu karena sistem pemilihannya dengan rebutan online dan serentak secara nasional.
Setelah dokter baru selesai menjalankan masa internship, mereka akan mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) dan bebas melamar pekerjaan di klinik, RS, buka praktik sendiri, atau melanjutkan pendidikan spesialis. Nah, jadi kewajiban seorang mahasiswa kedokteran tidak hanya co-ass ya Sobat Medcom, tetapi juga mengikuti internship di Kemenkes.
Total waktu yang dibutuhkan mahasiswa kedokteran dari awal kuliah hingga bisa buka praktik minimal 7 tahun. Itu sudah termasuk berkuliah selama 4 tahun, co-ass, dan internship di Kemenkes selama kurang lebih 3 tahun. Gimana? Sobat Medcom sudah paham perbedaan co-ass dan program internship Kemenkes? Tertarik untuk mendalami profesi mulia ini? (Annisa Ambarwaty)
Baca juga: Jumlah Ketersediaan Dokter Spesialis di Indonesia Masih di Bawah Standar WHO |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id