BANGAU bikinan mahasiswa UGM. DOK UGM
BANGAU bikinan mahasiswa UGM. DOK UGM

BANGAU, Bantal Anti Bakteri-Tungau Bikinan Mahasiswa UGM

Renatha Swasty • 02 September 2022 15:13
Jakarta: Sebanyak lima mahasiswa Univeristas Gadjah Mada (UGM) menciptakan bantal antibakteri dan tungau berbahan limbah sabut kelapa, enceng gondok, dan ekstrak daun sirih. Produk ini diberi nama BANGAU (Bantal Antibakteri dan Tungau) yang dapat mencegah potensi munculnya tungau, alergi, dan penyebab alergen lainnya yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia.
 
BANGAU dibuat oleh Marsyela Tri Aryani, Silvia Rahmawati, Alda Anisah, dan Rizal Aziz Pradana dari Sekolah Vokasi serta Luthfia Uswatun Khasanah dari Fakultas Biologi. Kelimanya membuat BANGAU di  bawah bimbingan Saiqa Ilham Akbar melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Kewirausahaan yang berhasil didanai oleh Kemendikbudristek Tahun 2022. 
 
Marsyela mengungkapkan ide awal pembuatan bantal ini dari keprihatinan terhadap persoalan eutrofikasi tanaman eceng gondok yang merusak perairan karena pertumbuhan relatif cepat. Selain itu, ditambah dengan keprihatinan banyaknya limbah sabut di masyarakat yang belum termanfaatkan dengan baik. 

Melihat fenomena itu, dia dan keempat rekannya memutar otak mencari solusi guna mengatasi persoalan. Setelah melakukan kajian pustaka dari sejumlah jurnal, mereka menemukan fakta enceng gondok berpotensi sebagai tanaman obat. 
 
Sebab, enceng gondong mengandung senyawa aktif fenol, flavonoid, tanin, alkaloid, terpenoid, steroid, dan glikosida yang memiliki peranan secara biologis sebagai antioksidan, antijamur, antibakteri, dan antikanker. 
 
“Jadi, kami ingin mengolah limbah-limbah tersebut dan berpikir mengembangkan produk yang lekat dengan kebutuhan manusia berbahan kedua limbah itu. Lalu, tercetus ide membuat bantal,” kata Marsyela dikutip dari laman ugm.ac.id, Jumat, 2 September 2022. 
 
Kelima mahasiswa muda ini merancang produk bantal antibakteri dan tungau dengan konsep natural. Mereka membuat bantal dengan 100 persen bahan alami mulai dari isian hingga luaran bantal. 
 
Produk yang dikembangkan tidak hanya mengurai persoalan lingkungan, tetapi juga menghadirkan produk yang bermanfaat bagi kesehatan. Marsyela menjelaskan bantal menjadi salah satu benda yang dekat dengan manusia dan berpotensi menjadi salah satu media penyaluran penyakit dan alergi bila tidak dirawat dengan baik. 
 
Apabila tidak merawat bantal dengan baik, seperti malas mengganti sarung bantal, tidak rutin menjemur di bawah matahari menjadikan tungau maupun bakteri semakin berkembang. Padahal, tungau maupun bakteri bisa menyebabkan persoalan serius bagi kesehatan, terutama orang dengan sistem kekebalan tubuh rendah bisa menimbulkan reaksi alergi seperti dermatitis, asma, rhinitis, batuk, mata kering, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. 
 
Guna mencegah penyebaran dan pertumbuhan bakteri mereka memanfaatkan daun sirih (Piper betle L.) yang mengandung senyawa yang berperan sebagai antibakteri, yaitu saponin, tanin, flavonoid, dan fenol. Dalam daun sirih juga terdapat minyak atsiri yaitu clavikol yang berperan mematikan agen Sarcoptes scabiei dalam menghentikan aktivitas tungau agar permukaan luka tidak memburuk. 
 
Penggunaan daun sirih ini dengan diekstrak dan direaksikan dengan limbah enceng gondok. Marsyela memaparkan proses produksi Bangau, diawali dengan penganyaman eceng gondok kering menjadi berbentuk lilitan kecil maupun sedang. 
 
Berikutnya, anyaman bantal direbus dengan ekstrak daun sirih agar ekstrak dapat tercampur merata pada anyaman. Setelah itu, dilakukan pengeringan dan penyemprotan kembali ekstrak daun sirih secara merata. Lalu, anyaman dimasukkan ke dalam plastik selama 12 jam agar ekstrak daun sirih dapat meresap ke dalam anyaman.
 
Selanjutnya, dilakukan pengolahan sabut kelapa sebagai bahan isian bantal. Pengolahan untuk mengubah sabut kelapa yang kasar menjadi tekstur yang hampir menyerupai woll atau benang. Tahap pengolahan sabut kelapa dilakukan melalui beberapa tahapan, seperti pemutihan, penghalusan, dan pengeringan.  
 
Tahapan terakhir berupa finishing dengan memasukkan serat woll dari sabut kelapa dan limbah biji kapuk randu untuk menambah volume bantal sebelum dilakukan penjahitan. Adapun produk BANGAU dibuat berbentuk segi empat berukuran 35x35 cm berwarna coklat dengan nuansa alami dan tradisional. 
 
Alda Anisah menuturkan dalam memasarkan produk, mereka menggunakan website dan media sosial, seperti Instagram, Tiktok, dan Facebook untuk memperkenalkan BANGAU kepada konsumen. Di awal periode usaha berjalan, konsumen bisa mendapatkan produk dengan melakukan pemesanan melalui Whatsapp dan marketplace, seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada. 
 
Selanjutnya, penjualan produk offline bertahap akan dilakukan dengan membuka home industry dengan produk BANGAU yang telah siap dipasarkan kepada konsumen. Mereka menjual produk BANGAU berupa bantal yang juga disertai dengan cairan spray antibakteri berukuran 30 ml. Satu paket produk dibanderol seharga Rp115.000.
 
“Kami juga melakukan pelayanan purna jual kepada konsumen yaitu memberikan pelayanan reparasi dan atau penggantian produk cacat selama masa garansi, serta pemberian diskon kepada pelanggan pada hari-hari besar tertentu,” tutur Alda. 
 
Sementara itu, Silvia Rahmawati menyampaikan perawatan BANGAU cukup mudah. Sebab, tidak perlu memakaikan atau mengganti sarung bantal. Perawatan bantal hanya cukup dengan dijemur di bawah panas matahari lalu diberikan spray antibakteri dan diangin-anginkan saja. 
 
BANGAU tidak hanya memiliki fungsi kesehatan. Namun, produk ini juga mendukung upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya hayati di Indonesia dan ramah lingkungan. 
 
“BANGAU hadir sebagai alternatif pengganti bantal kapuk dan sintetis yang diharapkan bisa meningkatkan kualitas tidur pengguna dan merasa aman karena ada fungsi kesehatan sebagai antibakteri dan tungau,” ucap dia.
 
Baca juga: Belajar Kimia Mudah dengan Kartu Cleo Bikinan Mahasiswa UGM

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan