“Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah sudah mengupayakan peningkatan kualitas serta kesejahteraan guru. Beberapa program yang gencar dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi dan tunjangan profesi guru. Namun program-program ini belum mampu membawa perubahan pada kualitas pendidikan di Tanah Air,” terang Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 25 November 2021.
Di tahun 2030-2040, jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Indonesia akan melebihi jumlah penduduk usia nonproduktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Bonus ini perlu dimanfaatkan dengan baik melalui ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya masing-masing dan juga sehat jiwa raga.
Nadia mengatakan pandemi covid-19 semakin menguatkan urgensi perbaikan kompetensi guru di Indonesia, khususnya pada penguasaan teknologi digital. Tidak hanya siswa yang dipaksa beradaptasi lewat pembelajaran jarak jauh, para guru juga dipaksa beradaptasi untuk mengajar menggunakan metode yang jauh berbeda dari biasanya, dan tidak semuanya berhasil.
Kompetensi guru ini menjadi penting ketika pembelajaran jarak jauh diberlakukan, metode yang mengharuskan para guru mengandalkan teknologi dalam berkomunikasi dan memberikan pengajaran kepada murid. Namun, alih-alih mengembangkan metode pembelajaran yang menarik untuk para siswa, kebanyakan masih harus berjuang menguasai teknologinya dan menyesuaikannya dengan cara mengajar mereka.
Baca juga: Curhat Guru di Pulau Simeulue Hadapi Pembelajaran Selama Pandemi
Untuk meningkatkan kompetensi guru di seluruh nusantara, baik yang pegawai negeri sipil maupun non-PNS, pemerintah meluncurkan program sertifikasi guru. Mereka yang tersertifikasi serta memenuhi persyaratan administratif berhak memperoleh tunjangan profesi.
Namun, tujuan baik ini tidak secara linier terbukti meningkatkan mutu guru dan hasil pembelajaran siswa di sekolah. “Program sertifikasi guru tidak lepas dari masalah. Ketidaksesuaian data yang diinput oleh operator sekolah dan yang ada di Dapodik (Data Pokok Pendidikan) dapat menyebabkan permasalahan dalam proses distribusi Tunjangan Profesi Guru (TPG). Apabila tidak ada kesamaan data, maka guru tersebut tidak akan mendapatkan TPG yang telah menjadi haknya,” jelas Nadia.
Meski masih banyak guru yang belum memiliki pendapatan yang memadai, banyak pula belum tersertifikasi dan karenanya tidak menerima TPG. Kondisi seperti ini banyak dialami oleh guru berstatus honorer.
Baca juga: Gunakan Ulos Mandailing, Nadiem Pimpin Upacara Hari Guru Nasional 2021
Memang, baru-baru ini pemerintah membuka kesempatan bagi guru honorer untuk mengikuti skema PPPK. Namun, walaupun semua guru honorer memiliki andil yang sama dalam mendidik dan mengajar anak-anak bangsa, hanya sebagian kecil yang dapat lulus seleksi melalui skema PPPK ini dan berkesempatan untuk meningkatkan derajat hidup mereka.
“Tanpa pandemi pun, persoalan laten seperti rendahnya kualitas guru, kurangnya infrastruktur pendukung pembelajaran masih menjadi persoalan. Pemerintah perlu segera bergerak supaya tujuan bonus demografi bisa dicapai,” tegas Nadia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News