Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (DTETI FT UGM), Tumiran, menekankan pentingnya kesiapan Indonesia menjalani transisi energi. Pemerintah sudah membuat target 23 persen EBT dalam kebijakan nasional.
Namun, tantangan terbesar terletak pada sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat dalam menanggung biaya energi terbarukan tersebut. “Transisi energi bukan hanya soal mengurangi impor BBM dan LPG, tetapi juga mencapai swasembada energi nasional yang akan membangun ketahanan energi,” ujar Tumiran dalam webinar bertajuk “Navigating Indonesia’s Energy Transition” dikutip dari laman ugm.ac.id, Selasa, 12 November 2024.
Tumiran juga menekankan perlunya pendekatan komprehensif untuk mengembangkan industri energi terbarukan di tanah air. Mengingat, Indonesia memiliki potensi besar dengan energi matahari, angin, dan geotermal. Meski begitu, diperlukan infrastruktur dan kebijakan mendukung.
“Bukan sekadar mengandalkan regulasi,” tegas pakar energi itu.
Tumiran mengingatkan transisi energi yang efektif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi. Hal itu untuk menciptakan pasar energi terbarukan berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan transisi energi dengan potensi pasar dalam negeri yang besar untuk membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing di kancah internasional. Sekaligus, mendukung capaian pembangunan berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang.
Baca juga: Cegah Krisis Iklim, Anak Muda Diajak Berinovasi dalam Transisi Energi |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News