Jika mengingat terbatasnya anggaran pendidikan yang ada, program-program sejenis Makan Siang Gratis baiknya diberikan secara terbatas untuk menyasar target-target tertentu. Misal ibu hamil, anak kurang gizi atau anak di daerah miskin
"Untuk kita ya yang dana terbatas, kebutuhan kita banyak, biasanya input-input seperti itu diberikan targeting tidak semua. Harus berdasarkan data dan best practise tapi juga sesuai dengan kemampuan untuk anak kita. Kalau orang sudah kaya untuk apa, mending beli buku untuk anak-anak kurang mampu," kata Fasli di sela-sela Diskusi Pendidikan, di Universitas Yarsi, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.
Perlu Dikaji Matang
Untuk itu, kata Fasli, program Makan Siang Gratis yang sejatinya merupakan program kampanye pasangan capres dan cawapres Prabowo-Gibran ini perlu melalui kajian yang matang terlebih dahulu sebelum nantinya benar-benar diterapkan. Terlebih muncul usulan penggunaan dana BOS untuk memuluskan pelaksanaan program Makan Siang Gratis yang menurutnya perlu dipertimbangkan secara bijaksana.Fasli mengingatkan, anggaran fungsi pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut berasal dari pengorbanan banyak sektor untuk memprioritaskan pembangunan pendidikan di Tanah Air. Sebab, kata Fasli, semangatnya adalah semua pihak sepakat bahwa pendidikan penting dan akan menentukan masa depan bangsa.
"Karena itu, penggunaan dana pendidikan memang harus dikawal untuk mencapai hasil terbaik yang sesuai dengan hasil-hasil penelitian, best practise di negara-negara maju tentang untuk apa dana itu dipakai," kata Fasli.
Selama ini, kata Fasli, penggunaan anggaran pendidikan sebagian besarnya digunakan untuk membayar gaji guru dan dosen. "Nah pertama kan betapa pentingnya guru dan dosen, itu enggak bisa ditawar," kata Fasli.
Kemudian murid, menurut Fasli juga menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran. Sehingga selama ini proses pembelajaran di sekolah diberikan fasilitas yang memadai melalui dana BOS untuk memastikan proses pembelajaran dasar berjalan dengan baik.
"Baik tadi itu maksudnya ada listriknya, kebutuhan airnya, kertas, dan lain-lain itu paka dana operasional (BOS)," terangnya.
Di sisi lain, Makan Siang Gratis sebenarnya bukanlah program yang buruk dan memungkinkan untuk diterapkan di Indonesia. Namun, kata Fasli, belum tentu layak menjadi prioritas dan harus tetap memperhatikan sejumlah catatatan penting.
"Nah kalau misalnya biaya itu dipakai sebagai makan siang pendidikan untuk tujuan mendidik anak bagaimana cara membiasakan makanan gizi seimbang, ya itu sebetulnya lebih pada tujuan pendidikan dan itu boleh saja, selama tidak dilakukan setiap hari," katanya.
Program PMTAS
Program sejenis sebenarnya sudah pernah diterapkan di Indonesia, melalui program PMTAS (Pemberian Makanan Tambahan Anak Sekolah). Namun tetap saja, program tersebut dilakukan secara terukur melihat adanya keterbatasan anggaran negara."Kita ada program macam PMTAS, tapi itu kepada 20% desa termiskin dan sekolah di daerah itu. Itu yang diberikan dan itu juga tidak setiap hari, 3 kali seminggu," tegas Fasli.
Makanan tambahan yang diberikan juga dimasak oleh sekolah, gizinya ditentukan oleh ahli gizi kemudian PKK dan pihak sekolah menyiapkan dan membagikannya. Tidak hanya itu, bahannya pun langsung diambil dari kebun sekolahatau kebun yang dimiliki orang tua.
"Tapi diupayakan sesuai dengan menu yang direkomendasikan. Bahannya lokal agar uang itu bisa menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar juga," beber mantan Wakil Menteri Pendidikan Ini.
Sedangkan anggaran fungsi pendidikan sudah sepantasnya digunakan untuk program yang memiliki efektivitas tinggi. "Tapi kalau katakanlah semua dana ini diambil untuk makan siang, saya kira tadi setiap rupiah dari 20% ini digunakan untuk yang paling cost efective. Nah di sisi guru, anak, operasional sekolah untuk pendidikan ya mungkin tidak kompatibel. Ya tergantung dari presiden lah nanti dan wakil rakyat yang mengawal dana pendidikan," ujarnya.
Baca juga: Dana BOS untuk 'Makan Siang Gratis', Ini Kata Kemendikbudristek |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News