Satriwan menjelaskan, pada 2017 kuota jalur zonasi ditetapkan 80 persen dan terus berkurang pada 2018. Kemudian, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB mengatur kalau kuota zonasi minimal 50 persen dari daya tampung sekolah.
"Permendikbud 44 tahun 2019 itu menjadi 50 persen. Ada tren menurun, kayaknya ada distorsi terhadap zonasi," kata Satriwan dalam konferensi video, Selasa, 7 Juli 2020.
Padahal, kata Satriwan, prinsip jalur zonasi sangat baik untuk peserta didik. Sebab, sistem zonasi mempermudah akses anak ke sekolah.
"Biaya ke sekolah lebih murah. Mengurangi kepadatan transportasi, dan juga relatif aman karena dekat," lanjutnya.
Baca: Orang Tua di Padang Protes PPDB Zonasi Pakai Usia
Ia mengatakan, jalur zonasi juga dipandang mampu mengurangi diskriminasi siswa pandai dan tidak pandai. Sebab, kemampuan siswa akan dibentuk bersama di sekolah.
Satriwan juga menyoroti masalah daya tampung PPDB setiap tahunnya. Menurutnya, sejauh ini pemerintah daerah kurang memperhatikan kebutuhan sekolah di satu wilayah.
"Di DKI Jakarta saja misalnya, SD ada 2200, SMP cuma 300, SMA ada 117. Maka wajar banyak lulusan yang tidak tertampung dan akhirnya putus sekolah," ucap Satriwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News