Hal ini pula yang membuat Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) baru berani melibatkan 63 LPTK untuk menggelar Pendidikan Profesi Guru (PPG). LPTK adalah lembaga yang menghasilkan tenaga pendidik (guru) dan tenaga kependidikan, contohnya Universitas Negeri Jakarta, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan sebagainya.
"Kalau LPTK sekitar 12 persen. Sekarang dari guru-guru swasta juga ada di dalamnya," kata Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir di Jember, Jawa Timur, Jumat, 10 Oktober 2019.
Kata Nasir, untuk itu tidak semua LPTK bisa menyelenggarakan pendidikan profesi. Tenaga-tenaga pengajarnya harus berasal dari profesional dan bekerja sama dengan perguruan tinggi lain.
Selain itu ada syarat lain, yakni LPTK harus memiliki akreditasi perguruan tinggi A dan akreditas prodi minimal B. "Semua LPTK yang boleh melakukan pendidikan profesi itu harus distandarisasi dulu kalau tidak memenuhi standar enggak boleh dan baru sekitar 40 an," ujarnya
Khusus untuk profesi guru, ada standarisasi khusus. Tidak sembarang LPTK yang belum tertuntaskan bisa meluluskan profesi guru.
"Tidak semua LPTK otomatis menyelenggarakan PPG karena harus terstandarisasi," terangnya.
Sebelumnya, Kemenristekdikti akan membuka seleksi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Mandiri yang digelar secara nasional pada November 2019. Untuk angkatan pertama, disiapkan sekitar 12.000 kuota PPG Prajabatan Mandiri yang terbuka bagi lulusan sarjana pendidikan maupun nonpendidikan.
Untuk PPG Prajabatan Mandiri angkatan pertama ini akan melibatkan 63 LPTK baik negeri maupun swasta di seluruh Indonesia. Baru pada PPG Prajabatan Mandiri angkatan berikutnya jumlah LPTK yang boleh menggelar PPG akan ditambah menjadi 100 kampus.
Berarti tahun depan, akan ada tambahan sekitar 37 LPTK lagi yang boleh menggelar PPG. Untuk itu Paristiyanti mengimbau kepada LPTK memanfaatkan waktu yang tersisa untuk meningkatkan kualitasnya.
Sebab untuk menggelar PPG, ada persyaratan yang harus dipenuhi LPTK, yakni mengantongi akreditasi perguruan tinggi minimal B dan akreditas prodi minimal A. "Andai akreditasi prodinya A kurang, maka akreditasi prodi B terpaksa boleh, namun dengan pendampingan," ungkap Direktur Pembelajaran Kemenristekdikti, Paristiyanti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News