Meskipun terdengar seperti mengeluarkan banyak biaya untuk membangun sekolah, siapa sangka, ada juga yang hanya punya dana terbatas tetapi bisa kesampaian untuk membangun sekolah. Terlebih tidak mengharapkan balik modal karena menyediakan sekolah gratis.
Nur Fadli, Guru SMP Negeri 1 Sukorambi, Jember, Jawa Timur, punya pengalaman itu. Fadli, dengan gajinya sebagai guru sekitar Rp100 ribu, bisa mendirikan lima gedung sekolah. Setelah lima sekolah berjalan lancar, Fadli bisa membangun lima sekolah lagi dengan bantuan Himpunan Pengusaha Muda Mudi Indonesia (HIPMI) Provinsi dan asosiasi notaris, sehingga total ada 10 sekolah yang sudah dibangun.
Cerita Fadli berkeinginan menyediakan sekolah gratis berawal dari keadaan masyarakat sekitar. Para wali murid banyak yang memiliki pekerjaan tidak jelas. Cenderung terlibat dalam tindakan kriminal. Dengan menyediakan sekolah gratis, diharapkan dapat menyelamatkan masa depan anak.
"Supaya mereka tidak melakukan hal-hal yang negatif seperti orang tuanya. Jadi, ingin mengubah nasib anak-anak," ujar Fadli, dalam Kick Andy Show Metro TV, Selasa, 1 Desember 2020.
Salah satu sekolah yang didirikan ialah Lembaga Pendidikan Islam MI Terpadi AR Rohman, Bangeran Raya, Sukorambi. Ketika baru berdiri, baru tujuh murid yang tertarik untuk sekolah di tempat itu. Bangunanannya masih anyaman bambu dan hanya menyediakan satu ruangan saja.
Soal tenaga pengajar, Fadli sendiri mengajak adik kelas di kampusnya untuk mengajar. Para peserta didik hanya belajar membaca dan menulis.
Fadli mengakui pada awal sekolah dibangun, sulit untuk meyakinkan orang tua agar menyekolahkan anaknya di sekolah yang dia bangun. Banyak orang tua yang meragukan lokasi sekolahnya di lereng gunung Argopuro, Jember.
"Tetangga pada curiga. Ini sekolah kok di pinggiran, ngapain di sini. Enggak masuk akal," ujar Fadli.
Salah satu jurus agar mendapatkan kepercayaan dari orang tua ialah dengan melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat setempat. Hal ini membutuhkan proses. Fadli harus melakukan silaturahmi beberapa kali untuk menjalin komunikasi.
Berbekal tekad kuat, Fadli mendapatkan kepercayaan dari masyarakat setempat hingga akhirnya dia bisa membangun sekolah. Mulai dari biaya pendaftaran hingga baju sekolah, semuanya gratis.
"Semuanya dibantu oleh asosiasi notaris," ujar bapak tiga anak itu.
Hingga kini, Fadli sudah memberikan kesempatan kepada 200-an anak dari tingkat PAUD hingga SMA. Bahkan, dia juga masih mau menanggung beban kuliah kepada peserta didiknya.
"Kami punya cita-cita supaya generasi selanjutnya, dari orang kami rekrut dan sudah menjadi sarjana baru, otomatis mereka tidak usah lagi mencari pekerjaan baru, sebab kami sudah menyiapkannya untuk menjadi tenaga pengajar di sekolah kami," katanya.
Semangat Fadli dalam mencerdaskan anak-anak juga diperlihatkan oleh Millah Kamilah, pendiri Yayasan Rumah Kasih Mandiri. Gagasannya mendirikan sekolah bermula ketika dia sedang jalan-jalan di pemukiman belakang rumahnya, di Bandung, Jawa Barat.
Dia menemui sejumlah anak sedang berkeliaran. Padahal saat itu seharusnya sedang jam sekolah. Millah bertanya kepada anak-anak itu mengapa tidak bersekolah.
"Buat makan sehari-hari saja tidak cukup. Apalagi buat sekolah," ujar Millah, menirukan ucapan anak-anak yang dia temui.
Lalu Millah bertanya kembali kepada mereka. "Jika umi mendirikan sekolah gratis, adik-adik mau sekolah?" Lalu anak-anak tersebut menyatakan minatnya untuk bersekolah jika Millah mendirikan sekolah gratis.
Millah mengaku tidak memikirkan sumber dana membuat sekolah ketika menjanjikan kepada anak-anak yang dia temui. Begitu pulang ke rumah, dia meminta izin kepada suaminya agar menjual kedua mobilnya. Kebetulan, mobil itu jarang dipakai.
Setelah terjual, garasi mobil itu dimanfaatkan sebagai ruang kelas. Kegiatan belajar mengajar itu dimulai sekitar Juli 2016 sebagai sekolah Tahfidzpreneur. Pada pertama kali, Millah mengajar 10 murid.
Sekarang, Millah sudah mempunyai 85 murid. Sebanyak 75 persen merupakan anak asuhnya dan tidak dipungut biaya. Di sekolah itu, Millah menanamkan jiwa kewirausahaan kepada anak-anak agar bisa mandiri ketika dewasa.
"Kalau saya berikan ikannya saja, orang tidak akan bisa terampil. Tetapi ketika kita berikan kailnya, insyaAllah mereka bisa berdiri sendiri," kata kepala sekolah terbaik tingkat Bandung itu.
Memanfaatkan fasilitas seadanya untuk menderikan sekolah gratis juga dilakukan Muhammad Khairul Ihwan ketika mendirikan SMK Ondak Jaya di Lombok Timur. Berawal dari membuka bengkel Ondak Jaya, Ihwan juga membuat mesin pengolahan makanan.
Kemudian, Ihwan mengajak anak-anak muda untuk turut berperan berbagi kebaikan kepada sesama, khususnya anak-anak SMK yang harus lebih banyak mengembangkan kemampuan praktik.
"Sebagai guru, pemikirannya agak beda. Jadi saya sendiri stres di sekolah. Begitu pulang kantor, harusnya SMK 24 jam memfasilitasi siswa. Tapi praktik terbatas karena jam dua siang, gerbang sekolah ditutup. Dari situ saya berpikir bagaimana cara membuatkan tempat praktik di luar sekolah agar bisa memfasilitasi anak-anak," kata lulusan S2 Teknik Mesin UGM itu.
Menurut Ihwan, SMK mempunyai peran besar untuk menghidupkan pelaku industri kecil dan menengah dalam mencapai kemakmuran pada suatu wilayah. Untuk mencapai kemakmuran itu, SMK pinggiran harus digerakkan.
"Kita harus bangun SMK pinggiran karena potensinya ada di situ," kata Ihwan.
Pada pola praktiknya, para siswa kerap menggunakan material bekas. Mereka dipersilakan praktik sepuasnya. Pada tahun pertamanya, SMK Ondak Jaya sudah meluluskan 20 siswa dan sudah banyak terserap pada industri kecil menengah (IKM), mulai dari membangun pagar kanopi hingga membuat mesin olahan.
Pada 2018, Ihwan didapuk sebagai Kepala Techno Park oleh Gubernur NTB. Hal ini menjadi pembuka jalan bagi Ihwan untuk mewujudkan impian menjembatani antara SMK dengan IKM.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News