Ketua Dharma Wanita Pusat, Franka Makarim. Foto: BKHM
Ketua Dharma Wanita Pusat, Franka Makarim. Foto: BKHM

Hari Down Syndrome Sedunia

Minimnya Jumlah Guru Jadi Tantangan Pertumbuhan Sekolah Inklusi, Kemendikbudristek Lakukan Ini

Citra Larasati • 15 Maret 2023 17:46
Jakarta:  Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui kebijakan Merdeka Belajar terus mendorong tumbuhnya sekolah-sekolah inklusi di Tanah Air.  Langkah ini untuk menciptakan pendidikan berkeadilan bagi semua tanpa memandang perbedaan, termasuk bagi anak-anak penyandang down syndrome.
 
Kemendikbudristek bersama Dharma Wanita Persatuan (DWP) menggelar webinar pendidikan khusus untuk memperingati Hari Down Syndrome Internasional.  Webinar tersebut bertema “Pendidikan Bermutu Bersama Kami”.
 
Melalui webinar tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dirjen PAUD Dikdas Dikmen), Iwan Syahril mengajak masyarakat untuk menciptakan pendidikan yang berkeadilan bagi semua anak tanpa memandang perbedaan. 

Menurut Iwan, berdasarkan data World Health Organization (WHO), setiap tahun sekitar 3.000 sampai 5.000 anak lahir dengan kondisi down syndrome. Hingga kini, diperkirakan terdapat 8 juta penderita down syndrome di seluruh dunia.
 
“Prinsipnya, sekolah hadir memberikan kesetaraan hak bagi setiap anak dan menghadirkan pembelajaran yang mengakomodir semua peserta didik termasuk bagi penyandang disabilitas,” tutur Iwan dalam Webinar di Jakarta, Selasa, 14 Maret 2023.
 
Berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik) per Desember 2022, sebanyak 40.928 sekolah telah melaksanakan pendidikan inklusi baik di jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dan Swasta.  Dari jumlah satuan pendidikan tersebut, sebanyak 135.946 peserta didik berkebutuhan khusus telah melaksanakan pembelajaran di dalamnya. 
 
Lebih lanjut, Iwan Syahril berpesan kepada masyarakat agar terus memberikan motivasi dan kekuatan psikologis bagi orang tua anak down syndrome. Selain itu, Iwan juga mengajak masyarakat agar memberikan ruang bagi anak-anak down syndrome dalam mendapatkan hak pendidikan yang sama dengan anak-anak lainnya. 
 
“Semoga kita selalu diberi kekuatan dalam mewujudkan cita-cita, mimpi bersama dalam mewujudkan pendidikan inklusif, adil, dan merata bagi seluruh anak-anak di Indonesia,” harap Iwan. 
 
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dharma Wanita Pusat, Franka Makarim, mengajak masyarakat untuk bersama-sama menguatkan tekad mewujudkan pendidikan yang kondusif dan suportif. Dikatakan Franka, masih banyak anak-anak down syndrome yang mengalami diskriminasi karena kondisi yang dimiliki.
 
Hal tersebut tidak hanya merugikan anak, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya.  “Setiap anak memiliki potensi yang dapat mendukung kemajuan masyarakat serta bangsa dan negara. Oleh karena itu, sosialisasi publik yang lebih luas perlu dilakukan agar pola pikir dan pemahaman orang tua, guru, dan masyarakat umum terus berubah dalam menyikapi down syndrome,” ujar Franka.
 
Hari down syndrom sedunia mengangkat tema “With Us for Us”. Melalui tema ini, diharapkan masyarakat dapat meninggalkan stigma masa lalu yang menganggap anak-anak down syndrome sebagai objek yang memerlukan orang lain bahkan ketergantungan pada pertolongan orang lain. 
 
“Mari kita ciptakan dunia yang ramah dan memberikan perilaku adil bagi mereka, menerima kehadiran mereka dengan tidak memandang sebelah mata. Kita meyakini bahwa mereka memiliki potensi, rasa, mimpi, dan mampu berkontribusi bagi masyarakat,” imbau Franka. 
 
Minimnya Jumlah Guru Jadi Tantangan Pertumbuhan Sekolah Inklusi, Kemendikbudristek Lakukan Ini
Peringatan Hari Down Syndrome Sedunia. Foto: BKHM

Tantangan Sekolah Inklusi

Plt. Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Aswin Wihdiyanto mengatakan, penyandang down syndrome juga berhak pendapatkan pendidikan yang sama dengan anak lainnya.  Menurutnya, jumlah sekolah inklusi pun semakin tahun terus meningkat jumlahnya.
 
"Dari tahun ke tahun pendidikan inklusif mengalami peningkatan, banyak satuan pendidikan yang menggelar pendidikan inklusif," terang Aswin.
 
Meski begitu, diakui Aswin jika pertumbuhan sekolah inklusi di Indonesia masih terbentur tantangan mendasar, yakni tercukupinya kualitas dan kuantitas guru.  "Salah satu challenge pendidikan adalah kualitas dan kuantitas guru. Faktanya jumlah lulusan S1 di Pendidikan Khusus masih sangat kurang. Untuk memenuhi Sekolah Luar Biasa (SLB) saja kurang, apalagi untuk menginklusifkan sekolah-sekolah reguler," kata Aswin.
 
Untuk itu, Kemendikbudristek melakukan sejumlah pendekatan lain dalam memenuhi kebutuhan guru pendidikan khusus. Salah satunya dengan memperkuat guru-guru yang ada di sekolah-sekolah reguler melalui sejumlah pelatihan.
 
"Ada 22 ribu guru yang telah dan akan dilatih diklat berjenjang mulai tahun ini. Akan ada modul-modulnya," jelas Aswin.

Pencegahan Dini

Sementara itu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kartini Rustandi mengajak masyarakat agar memantau perkembangan anak sejak dalam kandungan guna meminimalisir terjadinya down syndrome. Sejak masa kehamilan, orang tua bisa melakukan pemeriksanaan di tempat layanan kesehatan.
 
Kemudian, setelah lahir bisa memantau pertumbuhan anak, menstimulasi anak dengan mengenali tanda serta gejala yang terjadi pada tumbuh kembang anak.  “Saat ini sudah ada buku kesehatan untuk anak sejak dalam kandungan ibunya, maka seharusnya orang tua dapat memantaunya. Di sini saya harap peran ibu-ibu Dharma Wanita dan Bunda PAUD bisa membantu untuk memantau,” tutur Kartini.
 
Senada dengan Kartini, Pendiri Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), Noni Fadhilah menekankan pola asuh bagi anak down syndrome. “Butuh kesabaran dalam pengasuhan, dan bukan hanya orang tua yang berperan tetapi juga lingkungan diharapkan dapat berperan aktif dalam tumbuh kembang penyandang down syndrome,” ujar Noni.
 
Selanjutnya, Joko Yuwono, salah satu anggota Asosiasi Profesi Ortopedagogik Indonesia (APOI) berharap agar pemerataan pendidikan inklusi dapat diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia. “Akses pendidikan di Indonesia sekarang sudah terbuka lebar, baik melalui Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun sekolah inklusi. Semoga akses ini semakin merata dan dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan,” harap Joko. 
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news medcom.id
Baca juga:  Nadiem: Pelayanan Publik Harus Gesit dan Lentur Menyikapi Perubahan

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan