Indonesia memiliki cerita tersendiri dalam keanggotaannya di PBB. Bahkan, Indonesia sempat keluar dari PBB pada 1965.
Mengutip laman kemlu.go.id, Indonesia resmi menjadi anggota PBB ke-60 pada 28 September 1950 dengan suara bulat dari para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar.
Itu menjadi catatan kali pertama Indonesia masuk dalam PBB. Indonesia dan PBB memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan dan sejak tahun itu pula PBB konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara merdeka, berdaulat, dan mandiri.
Oleh sebab itu, banyak negara yang mendaulat Indonesia sebagai truly a child dari PBB. Hal ini dikarenakan peran PBB terhadap Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar, seperti ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas dalam sidang umum PBB.
Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan Roem Royen.
Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap RI yang pertama di PBB. Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat konflik antara Belanda dan Indonesia pada 1947.
Duta Besar Palar memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan Dewan Keamanan walaupun pada saat itu Palar hanya sebagai peninjau di PBB karena Indonesia belum menjadi anggota. Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar berterima kasih kepada pendukung Indonesia dan berjanji Indonesia akan melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya hingga 1953.
Sebagai negara anggota PBB, Indonesia dalam menyelesaikan sengketa Irian Jaya dan Belanda mengupayakan solusi dengan mengajukan penyelesaian permasalahan tersebut kepada PBB pada 1954. Posisi Indonesia ini didukung oleh Konferensi Asia Afrika pada April 1955 yang mengeluarkan resolusi untuk mendukung Indonesia dan kemudian meminta PBB menjembatani kedua pihak yang berkonflik meraih solusi damai.
Namun, hingga 1961 tidak ada indikasi solusi damai meskipun dalam faktanya isu tersebut dibahas dalam rapat pleno Majelis Umum PBB dan di Komite I. Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-17 pada 1962, penyelesaian sengketa tersebut akhirnya menemukan titik terang dengan dikeluarkannya Resolusi Nomor 1752 yang mengadopsi The New York Agreement pada 21 September 1962.
Selanjutnya, United Nations Executive Authority (UNTEA) sebagai badan yang diberi mandat oleh PBB untuk transfer kekuasaan Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia. Indonesia menjalankan tugasnya secara efektif mulai 1 Oktober 1962 dan berakhir pada 1 Mei 1963.
Mundurnya Indonesia dari PBB
PBB mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Karena hal itu, Presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri Indonesia dari keanggotaan PBB pada 20 Januari 1965.Indonesia kembali menjadi anggota PBB
Setelah pergantian kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru, pemerintah pada 19 September 1966 mengumumkan Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerja sama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”. Indonesia kembali menjadi anggota PBB pada 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia diterima untuk pertama kalinya.Sebagai kelanjutan penyelesaian masalah Irian Barat, Pemerintah Indonesia melaksanakan Pepera di Irian Jaya (Papua) di bawah pengawasan PBB pada 1969. Pelaksanaan Pepera dilakukan secara demokratis dan transparan dengan melibatkan masyarakat Irian Jaya serta melibatkan partisipasi, bantuan, dan saran PBB melalui utusan khususnya yaitu Duta Besar Ortiz Sanz dari Bolivia.
Pada akhirnya Pepera telah diterima oleh masyarakat internasional melalui sebuah Resolusi Nomor 2504 dalam Sidang Umum PBB ke-24 pada 19 November 1969. Saat itu, dikukuhkan perpindahan kekuasaan di wilayah Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia.
Sebagai anggota PBB, Indonesia terdaftar dalam beberapa lembaga di bawah naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO (Organisasi Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian).
Salah satu prestasi Indonesia di PBB adalah saat Menteri Luar Negeri Adam Malik menjabat sebagai ketua sidang Majelis Umum PBB. Saat itu, Adam Malik memimpin masa sidang pada 1974.
Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB. Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di berbagai negara yang mengalami konflik.
Pencapaian Indonesia di Dewan Keamanan (DK) PBB ketika pertama kali terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 1974-1975. Indonesia terpilih untuk kedua kalinya menjadi anggota tidak tetap DK PBB periode 1995–1996.
Dalam keanggotaan Indonesia di DK PBB pada periode tersebut, Wakil Tetap RI Nugroho Wisnumurti tercatat dua kali menjadi Presiden DK-PBB. Terakhir, Indonesia terpilih untuk ketiga kalinya sebagai anggota tidak tetap DK PBB masa bakti 2007–2009.
Di Komisi Hukum Internasional PBB/International Law Commission (ILC), Indonesia mencatat prestasi dengan terpilihnya mantan Menlu Mochtar Kusuma Atmadja sebagai anggota ILC pada periode 1992-2001. Pada pemilihan terakhir yang berlangsung pada Sidang Majelis Umum PBB ke-61, Duta Besar Nugroho Wisnumurti terpilih sebagai anggota ILC periode 2007-2011, setelah bersaing dengan 10 kandidat lainnya dari Asia.
Indonesia merupakan salah satu anggota pertama Dewan HAM dari 47 negara anggota PBB lainnya yang dipilih pada 2006. Indonesia kemudian terpilih kembali menjadi anggota Dewan HAM untuk periode 2007-2010 melalui dukungan 165 suara negara anggota PBB.
PBB sebagai organisasi internasional dengan legitimasi yang bersumber dari keanggotaan yang bersifat universal, hendaknya selalu menjadi forum penanganan berbagai tantangan dan krisis global yang semakin kompleks di masa mendatang. Reformasi PBB khususnya Dewan Keamanan agar lebih mencerminkan kondisi politik dunia saat ini penting dimajukan agar upaya ini dapat efektif dan memiliki nilai legitimasi.
Baca juga: Indonesia Tegaskan Referendum 4 Wilayah Ukraina Langgar Prinsip Piagam PBB |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id