Warnanya menarik dan coraknya beragam membuat mata tak bisa lepas memandang. Di balik indahnya tenun Sumba, tersimpan cerita hidup masyarakat.
"Ini semua apa yang kami lihat sehari-hari, kami ceritakan di atas kain ini," kata Mama Ari Praliu, warga Kampung Raja Praliu, Kambera, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) baru-baru ini.
Mama Ari sudah 12 tahun menenun kain Sumba. Pekerjaan itu ia lakoni karena tuntutan ekonomi, sebab dia tak memiliki lahan buat digarap.
Awalnya, dia belajar menenun pada 2012, namun merasa diri tidak bisa. Mama Ari memulai lagi belajar menenun pada 2015 selepas melahirkan anak kedua.
"Awal-awal rasanya susah, tapi setelah itu tidak," kenang perempuan berusia 40 tahun itu.
Mama Ari biasa menenun mulai pukul 07.00 pagi, selepas mengantar anak ke sekolah dan ngopi, dia langsung bergegas ke alat kerjanya hingga pukul 05.00 sore.

Tenun Sumba Timur yang menggambarkan penguburan bangsawan. Medcom.id/Renatha Swasty
Motif tenunnya berupa hal-hal yang ia lihat sehari-hari, seperti ayam, kuda, maupun rumah adat. Masing-masing motif itu juga mempunyai filosofi.
Ayam misalnya, menggambarkan kedekatan dengan alam atau hewan yang dinilai mampu membaca tanda-tanda alam. Sementara itu, kuda yang juga alat transportasi masyarakat Sumba memiliki filosofi kejantanan dan keperkasaan seseorang.
Motif-motif lain yang biasa ditemukan dalam selembar tenun Sumba, seperti buaya, kura-kura, udang, naga, rusa, bebek, lurik, kerbau, dan masih banyak lagi. Buaya sendiri berarti simbol kebangsawanan laki-laki Sumba, sementara kebangsawanan perempuan Sumba disimbolkan dengan kura-kura.
Adapun, udang merupakan simbol dari kehidupan dan kelahiran kembali. Udang memiliki kemampuan berganti kulit dan dianalogikan setelah kematian ada kebangkitan.
Tak cuma itu, penenun Sumba juga menggambarkan berbagai kegiatan yang mereka lakukan, salah satunya penguburan bangsawan.
"Ini ada rumah adat, ada orang sedang ritual, ada yang pegang kuda, ada yang pegang keranda, ada orang yang menangis. Jadi, sejarah kita tuangkan dalam selembar kain," cerita Mama Ari sambil menunjuk kain buatan suaminya itu.
Tenun Sumba bukan sekadar pelengkap
Hal-hal di kehidupan sehari-hari yang dituangkan dalam selembar kain ini juga membuat tenun Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Sumba memiliki 85 motif.Motif Sumba menjadi yang terbanyak di antara tenun-tenun tradisonal di wilayah lain berdasarkan Rekapitulasi Hasil Pengumpulan Basis Data Tenun Tradisional yang diinventarisasi Direktorat Pengembang dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) Kemendikbudristek pada 2022.
Direktur PPK Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, mengungkapkan banyaknya motif ini lantaran tenun bagi masyarakat Sumba bukan sekadar pelengkap. Tapi, jadi kebutuhan masyarakat.
Misalnya, dalam melakukan ritual harus memakai kain. Kemudian, bila ada penguburan, jenazah ditutup memakai kain tertentu.
"Nah, bagian-bagian semua ritual ini ada motif-motif tertentu, kemudian karena mereka ada beberapa suku, suku yang satu dengan yang lain punya ciri khas masing-masing itulah makanya yang menjadi ragam motif di Sumba," beber Rini.

Direktur PPK Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti. DOK Istimewa
Sayangnya, kata dia, 16 motif terancam punah. Hal ini lantaran perajinnya sudah tidak melakukan pengembangan motif. Alasan lain tidak semua orang bisa menggunakan motif tertentu, seperti Patola Ratu yang biasanya dipakai oleh bangsawan.
Rini mengatakan perlu upaya percepatan untuk tetap melestarikan motif-motif tenun Sumba. Salah satu caranya ialah digitalisasi.
Pihaknya juga mendorong regenerasi penenun. Salah satunya dengan pelatihan penenun muda. Sekolah-sekolah juga sudah mulai mengadakan pelajaran menenun bagi muridnya.
Namun, kata Rini, pelatihan tidak asal mengajarkan cara menenun bagi generasi muda. Sebab, penenun Sumba selalu berimajinasi tiap menenun dan tiap motif memiliki makna.
"Semua motif-motif itu punya arti dan kalaupun misalnya ini dilatih ke generasi berikutnya sebenarnya semua harus bisa memahami (makna motif)," tutur Rini.
Tenun sumber kehidupan
Hari itu Kampung Raja Praliu ramai orang sebab menjadi tempat gelar wicara terkait Kepercayaan Marapu. Hal itu tak disia-siakan warga Kampung Raja Praliu, temasuk Mama Ari, siapa tahu tenun buatan mereka bisa laku satu dua potong.Sejak pagi, dia sudah berdiri di dekat tenun-tenun bikinannya dan warga Kampung Raja Praliu, yang sudah berjejer rapi untuk dijajakan. Tenun-tenun itu tak cuma memiliki cerita masyarakat tetapi sumber kehidupan warga.
Tenun Sumba, khususnya di Sumba Timur dijual dengan harga beragam mulai dari ratusan ribu hingga puluhan juta rupiah. Perbedaan harga tak cuma dari besar kecil ukuran tapi juga lamanya penyimpanan kain hingga wilayah tenun tersebut dihasilkan.
Secara berurutan, harga tenun termahal ke termurah di wilayah Sumba Timur dihasilkan oleh wilayah Rende, Kambera, Kanatang, dan Kaliuda. Masing-masing daerah memiliki kekhasan warna dan motif.
Sumba Timur sendiri lebih terkenal dengan warna indigo (biru) dan merah. Tak cuma itu, membuat satu tenun Sumba dengan pewarna alami juga memerlukan waktu lebih lama ketimbang campuran alami dan buatan. Lama pembuatan mingguan hingga tahunan.
"Tergantung juga kain semi campuran atau alami dan nilai historinya," beber Mama Ari.

Mama Ari Praliu, salah satu penenun di Kampung Raja Praliu, Kambera, Sumba Timur. Medcom.id/Renatha Swasty
Mama Ari dan puluhan penenun lainnya dari Praliu memang hanya hidup dari menjual tenun. Mereka mengharapkan wisatawan yang datang ke Kampung Raja Praliu sambil membeli hasil tenun mereka.
Pandemi covid-19 membuat mereka kesulitan uang sebab tak ada wisatawan yang datang. "Bahkan, sampai kita ke pegadaian untuk gadai kain ini," cerita Mama Ari.
Dia sebetulnya sudah mengupayakan cara lain, yakni menjual tenunnya lewat Instagram bersama agen dari Sumba Barat. Sayang, kata dia, kerap ada penjual nakal yang memainkan harga, sehingga dia tidak lagi menjual lewat online.
Mama Ari cuma berharap kondisi segera membaik dan Kampung Raja Praliu kembali ramai wisatawan.
"Kami berharap lagi tamu datang. Karena kain ini bukan cuma nilainya tapi di sini juga banyak sejarahnya," tutur Mama Ari.
Baca juga: Tenun Sumba Punya 85 Motif, 16 Terancam Punah |
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News