Perhelatan budaya berbasis seni tradisi dari berbagai Negara ini diselenggarakan Victoria University of Wellington. Acara berlangsung pada 7 hingga 15 Januari 2025.
"Peran serta Indonesia memiliki posisi penting. Merupakan wujud diplomasi budaya untuk memperkuat jalinan kerja sama dan membangun kesepamahaman budaya antarbangsa di dunia," ujar Direktur Utama Triardhika Production Eny Sulistyowati, melalui keterangan tertulis, Rabu, 15 Januari 2025.
Triardhika Production, kata Eny, memfasilitasi para seniman, praktisi, dan profesional untuk memperluas jaringan. Salah satunya dengan melibatkan mereka di berbagai lanskap budaya dari berbagai belahan dunia.
"Sekaligus mengenalkan kebudayaan Indonesia berupa kesenian tari dan musik tradisional di dunia internasional. Membuka ruang apresiasi bagi masyarakat Selandia Baru maupun masyarakat internasional terhadap kesenian tradisional kita," ujar Eny.
ICTMD merupakan badan internasional untuk perkara tari dan musik berbasis tradisi. Organisasi saintifik bertujuan memajukan studi, praktik, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik dan tari di semua Negara.
“ICTMD organisasi non-pemerintah yang memiliki hubungan konsultatif formal dengan UNESCO. Bertindak sebagai penghubung antara masyarakat dari budaya yang berbeda, dan berkontribusi untuk kedamaian umat manusia,” kata Eny.
Duta budaya yang dipimpinnya, lanjut Eny, bertolak ke Selandia Baru, pada Senin, 6 Januari 2025. Mereka kembali ke Tanah Air, Selasa, 14 Januari 2025.
Delegasi terdiri atas seniman berbagai unsur, terutama tari, yakni Eny Sulistyowati, Agus Prasetyo, Suyani, Titing Widyastuti, Martini, Umi Khulsum, Wahyu Listyaningsih, Fina Augustine Ardhika Putri, Theresia Puji Suryanti, dan tim produksi.
Karya tari refleksi adiluhung peradaban
Para seniman Indonesia ini tampil dengan berbagai performa di sejumlah tempat dan waktu yang berbeda. Tari ‘Bedhaya Catur Sagotra’ dan tari ‘Klana Topeng’ mengawali pergelaran perdana mereka yang ditampilkan di The HUB Victoria University of Wellington, Kamis, 9 Januari 2025.Pentas berikutnya menampilkan musik Angklung secara kolaboratif antara sivitas akademika Victoria University of Wellington, Singer FINA, dan Triardhika, yang digelar di TAKINA Convention Center, Sabtu, 11 Januari 2025.
Tarian ‘Bedhaya Catur Sagotra’, tari ‘Gatutkaca Gandrung,’ ‘Show Gamelan’, dan tarian ‘Gambyong Pareanom,’ mengisi babak akhir dari pementasan yang dipersembahkan Triardhika Production. Kesenian klasik ini digelar di TAKINA Convention Center, Senin, 13 Januari 2025 yang dihadiri Ibu Duta Besar RI di Wellington, Fientje Maritje Suebu.
"Show Gamelan didukung Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Wellington bernama ‘Padhang Moncar.’ Mereka beratraksi memainkan gamelan mengiringi penampilan seniman Indonesia secara live,” kata Eny.
Deskripsi karya tari
Tari Bedhaya Catur Sagotra
Tari "Bedhaya Catur Sagotra" merupakan karya KPH. Sulistyo Tirtokusumo. Sebuah karya tari yang menggabungkan gaya tari dan gending dari empat kraton yang sebenarnya dari satu dinasti Kerajaan Mataram.Sebuah karya tari yang menggambarkan spirit persatuan dari empat kraton; Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran, dan Puro Pakualaman. Dari sisi kebudayaan keempat kraton tersebut mengembangkan adat dan tradisi masing-masing sehingga semakin memperkaya ciri dan keragaman budaya.
Tari Topeng Klono
Tari “Topeng Klono” menggambarkan salah satu tokoh dalam Hikayat Panji, yaitu Raja Klono Sewandono yang sedang menimbang kekuatan hati dan keagungannya. Topeng Klono sebagai simbol yang merepresentasikan unsur nafsu dalam diri manusia; aspek yang menggerakkan daya keinginan.Tari Gambyong Pareanom
Tari “Gambyong Pareanom” berasal dari tradisi masyarakat agraris Jawa yang memuliakan roh leluhur sebagai pelindung kehidupan. Tarian ini kerap dilaksanakan di tempat yang dikeramatkan.Tarian tersebut selanjutnya menjadi tarian pergaulan yang disebut Tayub. Tarian ini kemudian mendapatkan tempat terhormat sebagai tari persembahan di lingkungan istana.
Tari Gatutkaca Gandrung
Tari “Gatutkaca Gandrung” menceritakan tentang tokoh Gatutkaca putra Ksatria Pandawa dalam epos Mahabarata yang sedang jatuh cinta pada Dewi Pergiwa.Dikisahkan bahwa Gatutkaca mempunyai kesaktian tinggi dan bisa terbang, namun juga memiliki sisi romantis dalam dirinya. Tarian ini mempresentasikan antara kekuatan dan keromantisan dalam diri tokoh Gatutkaca.
Tentang Triardhika Production
Triardhika Production didirikan oleh Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M. Sebuah lembaga yang bergerak di bidang seni dan budaya. Berkiprah membuat berbagai apresiasi seni, karya pertunjukan; pergelaran, audio visual, dan seni lainnya.Didukung tenaga profesional dengan solidaritas lembaga yang lebih menekankan kebersamaan, mengembangkan sistem kemitraan. Tagline yang dibawa: “Tradisi, Nasional, Kebangsaan.”
Banyak karya seni dan budaya yang sudah diselenggarakan Triardhika Production, baik event skala nasional maupun internasional. Antara lain sukses mementaskan drama tradisional “Cupu Manik Astagina,” dan “Sumpah Abimanyu” di Jakarta pada 2012.
Baca: Menteri Kebudayaan Sebut Pentingnya Peran Para Maestro Demi Kesinambungan Budaya |
Di tahun berikutnya Triardhika Production mementaskan opera sejarah bertajuk ”Ken Dedes Wanita di Balik Tahta” di Jakarta dan Surabaya pada 2013.
Triardhika Production kembali sukses mementaskan Wayang Wong (WO) “Mahabandhana” (Kekuatan Tali-Tali Berbisa), di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) pada 2014.
Menyusul, mementaskan “Bedhaya Minangkalbu” pada Hari Tari Dunia (World Dance Day 2016), di Kota Solo, pada 2016.
Selanjutnya, menjadi organisasi pendukung The 7th Meeting of ASEAN Puppetry Association (APA), Its 10th Anniversary and Asean Puppetry Festival, di Mojokerto Jawa Timur tahun 2016.
Triardhika Production kembali mendukung pementasan Wayang Orang (WO) Sriwedari, ”Soma Brata”, yang digelar di Sasono Langen Budoyo, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, pada 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News